This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Senin, 09 Mei 2011

GURU: Antara Profesi dan Kualitas

Pada puncak acara peringatan Hari Guru Nasional XII, tanggal 2 Desember 2004, Presiden Republik Indonesia, Bapak Susilo Bambang Yudoyono, telah mencanangkan guru sebagai profesi.
Acara pencanangan guru sebagai profesi ini telah disaksikan oleh ribuan mata guru yang telah hadir dalam puncak acara di Istana Olah Raga Bung Karno, Senayan, Jakarta. Hadir dalam acara tersebut adalah jajaran Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI). Rakyat dan bangsa Indonesia di seluruh pelosok tanah air pun menyaksikan acara yang belum pernah diadakan ini melalui layar kaca. Diantara mereka mungkin timbul sederet pertanyaan yang ada di benaknya masing-masing. Apakah guru sebagai profesi memang demikian perlu dicanangkan? Kalau perlu mengapa? Mengapa profesi lain seperti dokter, akuntan, pengacara dan lain-lain tidak dicanangkan? Ada apa dengan guru sebagai profesi dan apa hubungannya dengan kualitas out put lulusan yang “dihasilkan” oleh guru? Mari kita jawab bersama-sama.
Berbicara tentang guru, tentu berbicara mengenai martabat seorang guru itu. Dan menurut bapak Wardjiman Djojonegoro, berbicara tentang martabat guru tentu bersinggungan dengan kesejahteraannya.
Guru ialah Pegawai negeri sipil (PNS) yang diberi tugas, wewenang, dan tanggung jawab oleh pejabat yang berwenang untuk melaksanakan pendidikan di sekolah, termasuk hak yang melekat dalam jabatan (surat Edaran (SE) Mendikbud dan Kepala BAKN Nomor 57686/MPK/1989).
Menurut Dr. Sayyed Hossein Nasr yang dikutip oleh Azyumardi Azra, Guru sebagai figur sentral dalam pendidikan, haruslah dapat diteladani akhlaknya disamping kemampuan keilmuan dan akademisnya. Selain itu, guru haruslah mempunyai tanggung jawab dan keagamaan untuk mendidik anak didiknya menjadi orang yang berilmu dan berakhlak.
Dari sini dapat diketahui beberapa peran dan fungsi seorang guru, yaitu antara mempunyai tanggungjawab terhadap diri sendiri (self), professional (professional status) dan status social (social status). Disamping itu, guru juga mempunyai tanggung jawab sebagai orang yang menjadi tauladan, idola dan panutan bagi anak didik serta mencetak menjadi manusia yang berilmu dan berakhlak mulia.

Guru antara profesi dan kualitas lulusan
Menurut Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) pada pasar 39 (1) dan (2) dinyatakan bahwa: “Tenaga kependidikan bertugas melaksanakan administrasi, pengelola, pengembangan, pengawasan, dan pelayanan tehnis untuk menunjang proses pendidikan pada satuan pendidikan. Pendidik merupakan tenaga professional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi”.
Profesionalisme seorang guru adalah tanggung jawab dirinya sendiri, pemerintah dan masyarakat. Demikian juga, ketika seorang guru berkeinginan untuk meningkatkan kemampuan paedagogik dan akademisnya, sesungguhnya tak seorangpun yang berhak untuk melarangnya. Peningkatan kualitas dirinya sebagai seorang pendidik tentunya akan memberikan dampak yang signifikan kepada peserta didiknya.
Alangkah ironisnya jika pemerintah berupaya untuk meningkatkan kualitas guru dan guru sendiri tidak mau untuk ditingkatkan. Dan tentu hal ini ditunjang dengan berbagai pasilitas seperti pemberian beasiswa kepada guru yang melanjutkan ke program kualifikasi dari D2 ke S1, bahkan untuk melanjutkan ke jenjang S2.
Berbicara tentang profesi guru, tentunya tidak terpisahkan dengan fungsi dan peran guru itu sendiri. Guru memiliki satu kesatuan perang dan fungsi yang tidak terpisahkan juga, antara kemampuan mendidik, membimbing, mengajar, dan melatih. Guru harus memiliki kemampuan tersebut secara paripurna. Meskipun demikian, guru sebagai manusia biasa ia sama sekali bukan manusia super tanpa cacat. Guru memiliki kelebihan dan juga kekurangan.
Dari sana jelas sekali peran dan fungsi guru tidaklah sampai disitu saja, akan tetapi nantinya menjadikan anak didik sebagai “orang yang berkualitas”. Selama enam tahun misalnya guru tingkat Sekolah dasar/sederajat akan memberikan warna bagi anak tersebut, apakah menjadi anak yang berkualitas atau tidak, atau selama tiga tahun bagi guru tingkat SMP/sederajat, atau tiga tahun kemudian bagi guru yang mendampingi anaknya di bangku SMA/sederajat. Tentu ini akan terlihat ketika out put tersebut memasuki dan menjadi “orang” di masa mendatang.
Problematika sekarang adalah apakah seorang guru mampu menjadi orang yang ideal bagi anak didiknya, masyarakat? Atau sebaliknya. Dengan adanya pelaksanaan UN yang sebentar lagi digelar, disini dedikasi seorang guru yang benar-benar professional dipertaruhkan. Harapan memang adalah yang terbaik, lulus 100% disekolah tertentu atau bahkan suatu daerah tertentu. Tapi, janganlah masa depan anak didik kita digadaikan oleh sesuatu yang hanya keuntungan sementara waktu saja dan kualitas anak didik kita menjadi bahan “tertawaan” dimata dunia. Nauzubillah.
Mari kita bertekad untuk senantiasa menjadi jati diri sebagai seorang guru yang professional dan benar-benar “oemar bakri” seperti dalam ‘Laskar pelangi’. Mendidik laskar-laskar yang tanpa pamrih dan ikhlas karena Allah SWT. Amin.

Banjarmasin, 29 Maret 2011

PROSESI MAHANYARI BANIH

Prosesi mahanyari banih (memakan pertama buah padi) merupakan tradisi yang sudah ada sejak jaman nenek moyang dulu dan sampai sekarang masih dilakukan oleh para petani yang berada di daerah pedesaan, terutama mereka yang berladang berpindah-pindah.
Ada keunikan yang perlu dicermati ketika prosesi mahanyari banih ini, dan banyak nilai filosofisnya yang terdapat dalam prosesi adat ini.


Sejak padi ditanam dengan menggunakan asak (Tongkat dari kayu yang ujungnya tajam seperti tombak) dihunjamkan ketanah, kemudian proses mamanih (mengisi lobang itu dengan padi) terdiri dari tiga sampai lima butir dan ini disebut dengan istilah manugal, sampai butir-butir padi itu tumbuh dan terus mengeluarkan butiran-butiran padi baru, semangat para petani akan bertambah kuat dan merasakan kebahagiaan yang luar biasa. Dan sampai tiba saat ketika padi-padi itu menguning dan siap untuk dipanen, bertambah meluap lagi kebahagiaan itu.

Padi yang menguningpun dipanen dengan menggunakan alat panen yang disebut ranggaman (terbuat dari kayu pulantan dan dipasang pisau silet/besi yang tajam), dan setelah cukup hasil panen itu, padi tersebut dibersihkan dengan cara memisahkan antara daun, gayang, yang tidak berisi dan sampai yang tertinggal yang berisi saja. Setelah itu padi yang bersih itu digiling dan menjadi beras untuk siap dimasak.


Ketika proses mahanyari akan dilaksanakan, semua barang yang pernah dan digunakan sejak menggarap ladang sampai selesai dikumpulkan dalam satu tempat yang disebut Nyiru (semacam pan), seperti parang, tajak, cangkul, kapak, tirak, batu asahan, ranggaman, pisau arit, dll), dan didalamnya diletakan nasi yang dikepal beserta ikan asin. Hal ini dimaksudkan semua barang dan peralatan itu juga ikut merasakan hasilnya.

Beras yang sudah dimasak dan menjadi nasi siap disajikan untuk diadakan prosesi syukuran, juga sayur-sayur yang dimasakpun disajikan. Semua sayuran yang ditanam diladang harus diikutkan dimasak jangan sampai ketinggalan. Diundang warga yang berada disekitar ladang tersebut, kaum laki-laki yang bertugas untuk mengundangnya warga, padahal letak antara ladang yang satu dengan yang lainnya cukup jauh dan para wanita bertugas memasak makanan tersebut. Ketika sudah terkumpul undangan, yang dianggap tertua didaulat untuk membacakan do’a selamat atas berhasilnya kegiatan berladang itu. Dan setelah selesai dibacakan do’a, maka semua yang hadir menikmati sajian yang disediakan dengan lahapnya, maklum kegiatan ini jarang sekali dilaksanakan dan biasanya dilaksanakan bergantian antara petani yang satu dengan yang lainnya.
Ada yang unik dalam kegiatan ini, antara lain ketika nasi yang sudah masak dikepal (digenggam seisi tangan) dibuat empat biji dan diletakan di empat tempat, yang pertama diletakan disebuah nyiru bersama peralatan berladang, ini dimaksudkan agar semua peralatan dan barang untuk berladang ikut merasakan syukur, yang kedua diletakan diatas atap pondok, diharapkan ketika orang yang memakan nasi yang berada di atas atap akan selalu menjadi orang yang mulia dan terhormat; yang ketiga, diletakan diatas tunggul pondok, diharapkan orang yang memakan nasi ini akan menjadi kuat seperti pondok atau rumah; yang keempat, diletakan diatas tunggul bekas pohon yang ditebang yang berada ditengah ladang, hal ini dimaksudkan agar orang yang makan nasi ini akan kuat, tahan banting dan selalu kokoh dalam cita-citanya.


Mari kita lestasikan tradisi yang positif dan bernilai filosofis ini, guna generasi dan anak cucu kita di masa-masa mendatang. Dan berharap, agar tanah-tanah yang ada yang kita miliki kita manfaatkan untuk kepentingan keluarga dan masyarakat, berkebun dan bertani menanam padi dan berkebun sayur mayur guna keperluan hidup sehari-hari. Jika semua tanah terjual kepada orang-orang kaya, yang digunakan untuk perkebunan yang besar tunggu saatnya kita akan terjajah dan menjadi budak (buruh) di negeri sendiri. Wallahu a’lam bish shawab.