Bacaan / Doa dan Rukun khatib jumat
Tata cara pelaksanaan shalat Jum’at, yaitu :
1. Khatib naik ke atas mimbar setelah tergelincirnya matahari (waktu dzuhur), kemudian memberi salam dan duduk.
2. Muadzin mengumandangkan adzan sebagaimana halnya adzan dzuhur.
3. Khutbah pertama: Khatib berdiri untuk melaksanakan khutbah yang dimulai dengan hamdalah dan pujian kepada Allah SWT serta membaca shalawat kepada Rasulullah SAW. Kemudian memberikan nasehat kepada para jama’ah, mengingatkan mereka dengan suara yang lantang, menyampaikan perintah dan larangan Allah SWT dan RasulNya, mendorong mereka untuk berbuat kebajikan serta menakut-nakuti mereka dari berbuat keburukan, dan mengingatkan mereka dengan janji-janji kebaikan serta ancaman-ancaman Allah Subhannahu wa Ta’ala. Kemudian duduk sebentar
4. Khutbah kedua: Khatib memulai khutbahnya yang kedua dengan hamdalah dan pujian kepadaNya. Kemudian melanjutkan khutbahnya dengan pelaksanaan yang sama dengan khutbah pertama sampai selesai
5. Khatib kemudian turun dari mimbar. Selanjutnya muadzin melaksanakan iqamat untuk melaksanakan shalat. Kemudian memimpin shalat berjama’ah dua rakaat dengan mengeraskan bacaan.
Adapun rukun khutbah Jumat paling tidak ada lima perkara.
1. Rukun Pertama: Hamdalah
Khutbah jumat itu wajib dimulai dengan hamdalah. Yaitu lafaz yang memuji Allah SWT. Misalnya lafaz alhamdulillah, atau innalhamda lillah, atau ahmadullah. Pendeknya, minimal ada kata alhamd dan lafaz Allah, baik di khutbah pertama atau khutbah kedua.
Contoh bacaan:
إِنّ الْحَمْدَ ِللهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا و مِنْ َسَيّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ
Innal hamdalillahi nahmaduhu wa nasta’iinuhu wa nastaghfiruhu wa na’uudzubillaahi min syuruuri anfusinaa wa min sayyiaati a’maalinaa mayyahdihillaahu falaa mudhillalahu wa mayyudhlilfalaa haadiyalahu
2. Rukun Kedua: Shalawat kepada Nabi SAW
Shalawat kepada nabi Muhammad SAW harus dilafadzkan dengan jelas, paling tidak ada kata shalawat. Misalnya ushalli ‘ala Muhammad, atau as-shalatu ‘ala Muhammad, atau ana mushallai ala Muhammad.
Contoh bacaan:
اَللهُمّ صَلّ وَسَلّمْ عَلى مُحَمّدٍ وَعَلى آلِهِ وِأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن.
Allahumma sholli wa sallam ‘alaa muhammadin wa ‘alaa alihii wa ash haabihi wa man tabi’ahum bi ihsaani ilaa yaumiddiin.
3. Rukun Ketiga: Washiyat untuk Taqwa
Yang dimaksud dengan washiyat ini adalah perintah atau ajakan atau anjuran untuk bertakwa atau takut kepada Allah SWT. Dan menurut Az-Zayadi, washiyat ini adalah perintah untuk mengerjakan perintah Allah dan menjauhi larangan-larangan-Nya. Sedangkan menurut Ibnu Hajar, cukup dengan ajakan untuk mengerjakan perintah Allah. Sedangkan menurut Ar-Ramli, washiyat itu harus berbentuk seruan kepada ketaatan kepada Allah.
Lafadznya sendiri bisa lebih bebas. Misalnya dalam bentuk kalimat: “takutlah kalian kepada Allah”. Atau kalimat: “marilah kita bertaqwa dan menjadi hamba yang taat”.
Contoh bacaan:
يَاأَيّهَا الّذَيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ حَقّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنّ إِلاّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ
yaa ayyuhalladziina aamanuu ittaqullaaha haqqa tuqaatihi wa laa tamuutunna ilaa wa antum muslimuun
Ketiga rukun di atas harus terdapat dalam kedua khutbah Jumat itu.
4. Rukun Keempat: Membaca ayat Al-Quran pada salah satunya
Minimal satu kalimat dari ayat Al-Quran yang mengandung makna lengkap. Bukan sekedar potongan yang belum lengkap pengertiannya. Maka tidak dikatakan sebagai pembacaan Al-Quran bila sekedar mengucapkan lafadz: “tsumma nazhar”.
Tentang tema ayatnya bebas saja, tidak ada ketentuan harus ayat tentang perintah atau larangan atau hukum. Boleh juga ayat Quran tentang kisah umat terdahulu dan lainnya.
Contoh bacaan:
فَاسْتبَقُِوا اْلخَيْرَاتِ أَيْنَ مَا تَكُونوُا يَأْتِ بِكُمُ اللهُ جَمِيعًا إِنَّ اللهَ عَلىَ كُلِّ شَئٍ قَدِيرٌ
Fastabiqul khairooti ayna maa takuunuu ya’ tinikumullahu jamii’an innallaaha ‘alaa kulli syaiin qodiiru (QS. Al-Baqarah, 2 : 148)
أَمّا بَعْدُ
ammaa ba’du..
Selanjutnya berwasiat untuk diri sendiri dan jamaah agar selalu dan meningkatkan taqwa kepada Allah SWT, lalu mulai berkhutbah sesuai topiknya.
Memanggil jamaah bisa dengan panggilan ayyuhal muslimun, atau ma’asyiral muslimin rahimakumullah, atau “sidang jum’at yang dirahmati Allah”.
……. isi khutbah pertama ………
Setelah di itu menutup khutbah pertama dengan do’a untuk seluruh kaum muslimin dan muslimat.
Contoh bacaan:
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.
barakallahu lii wa lakum fill qur’aanil azhiim wa nafa’nii wa iyyaakum bima fiihi minal aayaati wa dzikril hakiim. Aquulu qowlii hadzaa wa astaghfirullaaha lii wa lakum wa lisaa iril muslimiina min kulli danbin fastaghfiruuhu innahu huwal ghafuurur rahiimu.
Lalu duduk sebentar untuk memberi kesempatan jamaah jum’at untuk beristighfar dan membaca shalawat secara perlahan.
Setelah itu, khatib kembali naik mimbar untuk memulai khutbah kedua. Dilakukan dengan diawali dengan bacaaan hamdallah dan diikuti dengan shalawat.
Contoh bacaan:
إِنّ الْحَمْدَ ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاّ اللهُ وَلِيُّ الصَّالِحِينَ وَأَشْهَدُ أَنّ مُحَمّدًا خَاتَمُ الأَنْْْبِيَاءِ وَالْمُرْسَلِينَ اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ., أَمَّابعد,
Innal hamdalillahi robbal’aalamiin wa asyhadu an laa ilaaha illahllaahu wa liyyash shalihiina wa asyhadu anna muhammadan khaatamul anbiyaai wal mursaliina allahumma shalli ‘alaa muhammadan wa ‘alaa aali muhammadin kamaa shollayta ‘alaa ibroohiima wa ‘alaa alii ibroohiim, innaka hamiidum majiid.Wa barok ‘alaa muhammadin wa ‘alaa aali muhammadin kamaa baarokta ‘alaa ibroohiima wa ‘alaa alii ibroohiim, innaka hamiidum majiid.
Ammaa ba’ad..
Selanjutnya di isi dengan khutbah baik berupa ringkasan, maupun hal-hal terkait dengan tema/isi khutbah pada khutbah pertama yang berupa washiyat taqwa.
……. isi khutbah kedua ………
5. Rukun Kelima: Doa untuk umat Islam di khutbah kedua
Pada bagian akhir, khatib harus mengucapkan lafaz yang doa yang intinya meminta kepada Allah kebaikan untuk umat Islam. Misalnya kalimat: Allahummaghfir lil muslimin wal muslimat . Atau kalimat Allahumma ajirna minannar .
Contoh bacaan do’a penutup:
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدّعَوَاتِ.
رَبّنَا لاَتُؤَاخِذْ نَا إِنْ نَسِيْنَا أَوْ أَخْطَأْنَا رَبّنَا وَلاَ تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلََى اّلذِيْنَ مِنْ قَبْلِنَا رَبّنَا وَلاَ تًحَمّلْنَا مَالاَ طَاقَةَ لَنَا بِهِ وَاعْفُ عَنّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا أَنْتَ مَوْلاَنَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِيْنَ.
رَبَنَا ءَاتِنَا فِي الدّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النّارِ. والحمد لله رب العالمين.
Allahummagh fir lilmuslimiina wal muslimaati, wal mu’miniina wal mu’minaatil ahyaa’I minhum wal amwaati, innaka samii’un qoriibun muhiibud da’waati.
Robbanaa laa tuaakhidznaa in nasiinaa aw akhtho’naa. Robbanaa walaa tahmil ‘alaynaa ishron kamaa halamtahuu ‘alalladziina min qoblinaa.Robbana walaa tuhammilnaa maa laa thooqotalanaa bihi, wa’fua ‘annaa wagh fir lanaa war hamnaa anta maw laanaa fanshurnaa ‘alal qowmil kaafiriina.
Robbana ‘aatinaa fiddunyaa hasanah wa fil aakhiroti hasanah wa qinaa ‘adzaabannaar. Walhamdulillaahi robbil ‘aalamiin.
Selanjutnya khatib turun dari mimbar yang langsung diikuti dengan iqamat untuk memulai shalat jum’at. Shalat jum’at dapat dilakukan dengan membaca surat al a’laa dan al ghasyiyyah, atau surat bisa juga surat al jum’ah, al kahfi atau yang lainnya.
This is default featured slide 1 title
Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.
This is default featured slide 2 title
Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.
This is default featured slide 3 title
Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.
This is default featured slide 4 title
Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.
This is default featured slide 5 title
Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.
Jumat, 21 Februari 2014
Konsep Al-Qur'an tentang Kepemimpinan
Dan (ingatlah), ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan), lalu Ibrahim menunaikannya. Allah berfirman: "Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh manusia". Ibrahim berkata: "(Dan saya mohon juga) dari keturunanku". Allah berfirman: "Janji-Ku (ini) tidak mengenai orang yang zalim".
A. Latar Belakang
Perihal mengenai kepemimpinan dalam Islam merupakan suatu wacana yang selalu menarik untuk didiskusikan. Wacana kepemimpinan dalam Islam ini sudah ada dan berkembang, tepatnya pasca Rasulullah SAW wafat. Wacana kepemimpinan ini timbul karena sudah tidak ada lagi Rasul atau nabi setelah Nabi Muhammad SAW wafat.
Dalam firman Allah SWT dikatakan bahwa Al-qur’an itu sudah bersifat final dan tidak dapat diubah-ubah lagi. Sehingga Rasulullah SAW adalah pembawa risalah terakhir dan penyempurna dari risalah-risalah sebelumnya.
“ Telah sempurnalah kalimat Tuhanmu (Al-qur’an) sebagai kalimat yang benar dan adil. Tak ada yang dapat mengubah kalimat-kalimat-Nya.”(Q.S Al-An’am:115).
Tidaklah mungkin akan ada seorang nabi baru setelah Rasulullah SAW. Karena ketika ada seorang nabi baru setelah Rasulullah SAW maka akan ada suatu risalah baru sebagai penyempurna dari risalah sebelumnya, sehingga artinya Al-qur’an tidaklah sempurna dan Allah menjadi tidak konsisten terhadap pernyataannya yang ia sebutkan dalam ayat di atas.
Kepemimpinan dalam konsep Al-Qur’an disebutkan dengan istilah Imamah, pemimpin dengan istilah imam. Al-Qur’an mengkaitkan kepemimpinan dengan hidayah dan pemberian petunjuk pada kebenaran. Seorang pemimpin tidak boleh melakukan kezaliman, dan tidak pernah melakukan kezaliman dalam segala tingkat kezaliman: kezaliman dalam keilmuan dan perbuatan, kezaliman dalam mengambil keputusan dan aplikasinya.
Seorang pemimpin harus mengatahui keadaan umatnya, merasakan langsung penderitaan mereka. Seorang pemimpin harus melebihi umatnya dalam segala hal: keilmuan dan perbuatan, pengabdian dan ibadah, keberanian dan keutamaan, sifat dan prilaku, dan lainnya.
Al-Qur’an menjelaskan bahwa seorang pemimpin tidak pantas mendapat petunjuk dari umatnya, seorang pemimpin harus berpengetahuan dan memperoleh petunjuk sebelum umatnya. Bahkan Al-Qur’an menegaskan seorang pemimpin harus mendapat petunjuk langsung dari Allah swt, tidak boleh mendapat petunjuk dari orang lain atau umatnya.
Pemimpin dalam pandangan Al-Qur’an sebenarnya adalah pilihan Allah swt, bukan pilihan dan kesepakatan manusia sebagaimana yang dipahami dan dijadikan pijakan oleh umumnya umat Islam. Pilihan manusia membuka pintu yang lebar untuk memasuki kesalahan dan kezaliman. Selain itu, kesepakatan manusia tidak menutup kemungkinan bersepakat pada perbuatan dosa, kemaksiatan dan kezaliman. Hal ini telah banyak terbukti dalam sepanjang sejarah manusia.[1]
Akan tetapi dalam hal ini akan kami kaji tentang konsep kepemimpinan yang dijanjikan ( diamanatkan kepada Nabi Ibrahim ) oleh Alloh SWT tepatnya sebelum masa Nabi Muhammad SAW, kita mengetahui bahwa Nabi Ibrahim adalah Nabi yang mendapat cobaan dari Alloh yang sangat berat dengan berbagai macam, di balik itu semua ternyata Nabi Ibrahim dengan kesempurnaannya dapat melalui cobaan tersebut. Yang mana dijelaskan dalam Al Qur’an surat Al Baqarah ayat 124.
Berangkat dari beberapa keeterangan di atas, kami akan membahas lebih jauh tentang surat Al Baqarah ayat 124 tersebut. Dengan beberapa rumusan masalah sebagai berikut, bagaimana kandungan surat Al Baqoroh ayat 124? Apa yang melatar belakangi turunnya ayat tersebut? Bagaimana implikasi dari ayat tersebut terhadap pendidikan? Dan apa pesan moral yang terkandung dalam ayat tersebut?
B. Asbabun Nuzul
Dalam Tafsir Al-Mizan karya Allamah Thabathaba’i juz 1 hal. 273, diriwayatkan bahwa Imam Ja’far Ash-Shadiq as berkata :
“Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla menerima Nabi Ibrahim as sebagai seorang hamba sebelum Dia mengangkatnya menjadi seorang mabi, mengangkatnya menjadi nabi sebelum Dia memilihnya menjadi rasul, mengangkatnya menjadi rasul sebelum Ia menjadikannya sebagai kekasih-Nya (Khalilullah), dan menjadikannya sebagai khalilullah sebelum mengangkatnya menjadi seorang imam. Dan setelah Allah menganugerahkan semua itu kepadanya, Dia berfirman: “Sungguh Aku telah mengangkatmu menjadi imam bagi seluruh manusia”. Karena imamah itu sangat agung baginya, maka beliau memohon kepada Allah: “Dan dari keturunanku juga!”. Kemudian Allah menjawab: “Janjiku ini (imamah) tidak akan dapat digapai oleh orang-orang yang zalim”. Selanjutnya Imam Ja’far berkata: “Orang yang bodoh tidak akan menjadi imam bagi orang yang bertakwa”.
Allamah Thabathaba’i mengatakan berdasarkan riwayat di atas, yang dimaksud dengan “Kalimat” dalam ayat ini adalah imamah Nabi Ibrahim as, Ishak dan keturunannya yang kemudian ia menyempurnakannya dengan imamah Muhammad SAW dan para imam Ahlul Bayt a.s dari keturunan Nabi Ismail as Kemudian Allah memperjelas persoalan ini dengan firman-Nya: “Sungguh Aku akan menjadikan kamu imam bagi seluruh manusia.”
Allah menguji Nabi Ibrahim dengan berbagai macam ujian, dimana ujian yang diberikan kepada beliau. Sebagai seorang Nabi, ujian yang diberikan kepada beliau tidaklah ringan. Misalnya perintah untuk menyembelih anaknya. Padahal sudah bertahun-tahun beliau menginginkan anak, dan Allah mengabulkan permintaan beliau ketika usianya sudah lanjut. Maka betapa sulit kita bayangkan beratnya ujian yang beliau hadapi ketika anak yang sangat disayanginya masih muda belia tiba-tiba diminta untuk disembelih.
Biasanya memang kalau kita menyenangi sesuatu ,maka Allah akan menguji apakah kesenangan terhadap sesuatu itu melengahkan ingatnya kepada Allah. Tentu saja memang kualitas ujian berbeda antara satu orang dengan yang lainnya. Jika kita menyukai sesuatu dengan berlebihan maka Allah pasti akan menguji.
Begitu pula ujian bagi Nabi Ibrahim saat ia diusir oleh bapaknya. Ia tidak lagi diakui anak oleh Azar sang bapak. Begitu pula saat ia menghadapi raja Namrudz. Semua berhala ia hancurkan dengan tangannya, kecuali yang paling besar. Dengan menyisakan patung yang paling besar, ia bermaksud untuk menyadarkan masyarakatnya melalui nalar mereka. Dalam AlQur'an juga memberitakan perjalanan Nabi Ibrahim dalam menemukan Tuhan yang pantas disembah dengan melihat jagad raya ini hingga ia mengagumi bulan, matahari dan sebagainya dan akhirnya ia menemukan bahwa hanya Allah lah Dzat yang pantas untuk disembah. Ia berkesimpulan bahwa semua benda-benda yang ia temukan tadi akan hancur dan lenyap, dan ada Dzat yang tidak hancur dan lenyap yakni Allah SWT.
Begitu pula ujian yang ia terima untuk membangun Ka'bah dan meninggalkan istrinya, Hajar, sendirian di tanah yang tandus Makkah bersama anaknya, Ismail. Padahal saat itu ia berdomisili di Syiria. Nabi Ibrahim menjenguk anak istrinya ini hanya 3,5 tahun sekali, akibat jaraknya yang jauh. Ia betul-betul luarbiasa dalam bertawakkal kepada Allah SWT.
C. Kedudukan Ayat Al-Baqarah ayat 124
Menurut Ibnu al-Hashshar, sebagaimana dikemukakan oleh al-Suyuthi, bahwa surah Al-Baqarah termasuk surah yang berjenis Madaniyyah. Adapun ciri-cirinya, yaitu :
1. Isi surah berkenaan dengan masalah-masalah Tauhid ( Ketuhanan ), seperti tindakan Nabi Ibrahim yang mencari Tuhan (Alloh), Pada surah Al-Baqarah ayat 124 menunjukkan kisah Nabi Ibrahim As, yang diberi kepercayaan dari Alloh untuk menjadi pemimpin.
2. Arah pembicaraan ditunjukkan kepada seluruh umat manusia baik mukmin maupun kafir,kecuali orang-orang yang zalim.
Pada surah Al-Baqarah ayat 124 disebutkan bahwa ayat ini ditunjukkan kepada seluruh umat manusia, kecuali orang-orang yang zalim.
Hal ini juga berkaitan dengan klasifikasi ayat-ayat dan surah-surah al-qur’an, yang mempunyai beberapa Dasar, diantaranya[2] :
a. Dasar mayoritas, yaitu suatu surah yang apabila ayatnya panjang-panjang, maka merupakan salah satu cirri dari surah Madaniyah. Sebaliknya, bila ayatnya pendek-pendek, maka salah satu cirri dari surah Makiyyah. Seperti contoh pada surat al Baqarah yang dimulai ayat 1-286.
b. Dasar Kontinuitas, yakni apabila permulaan dari sesuatu surah diawali dengan ayat-ayat Makkiyyah dan menampilkan tentang ketauhidan , maka surah-surah yang demikian dikategorikan sebagai surah Makkiyyah. Begitu pula sebaliknya, bila awal dari sesutu surah menampilkan masalah-masalah Hukum, maka ia disebut sebagai surah Madaniyyah.
Surat makkiyyah menunjukan cerita-cerita para Nabi dan umat umat terdahulu, baik menyangkut kejayaan maupun kehancuran (khususnya bagi umat umat itu). Dalam surat Al Baqarah 124 ini menunjukan kisah Nabi Ibrahim tentang kepemimpinanya untuk mengajarkan Ketahuidan kepada umatnya dan umat setelahnya.
Dan (ingatlah), ketika Ibrahim diuji[87] Tuhannya dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan), lalu Ibrahim menunaikannya. Allah berfirman: "Sesungguhnya aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh manusia".
D. Munasabah Ayat
Pada munasabah ayat menjelaskan tentang ayat-ayat yang masih mempunyai keterkaitan dari segi makna dengan QS Al Baqarah ayat 124. Disini disebutkan beberapa ayat yang masih mempuyai keterkaitan makna akni ayat yang membahas tentang kepemimpinan dalam Al Qur’an, diantaranya:
Q.S An Naml ayat 62
Atau siapakah yang memperkenankan (doa) orang yang dalam kesulitan apabila ia berdoa kepada-Nya, dan yang menghilangkan kesusahan dan yang menjadikan kamu (manusia) sebagai khalifah di bumi? apakah disamping Allah ada Tuhan (yang lain)? amat sedikitlah kamu mengingati(Nya)(62).
Q.S Al An’am ayat 165
Dan dia lah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan dia meninggikan sebahagian kamu atas sebahagian (yang lain) beberapa derajat, untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu amat cepat siksaan-Nya dan Sesungguhnya dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang(165).
Berdasarkan keterangan ayat di atas Allah menjadikan manusia sebagai Khalifah (pemimpin), sebagaimana Nabi Ibrahim yang di tunjuk oleh Allah untuk mengajarkan Ketauhidan kepada umatnya dan umat yang setelahnya.
E. Grand Theory
1. Pengertian Kepemimpinan
Ø Secara Umum
Pemimpin (imam) adalah seseorang yang ditunjuk untuk memiliki tanggungjawab memimpin oleh karena kodrat alamiahnya sebagai Manusia.[3]
Kepemimpinan menurut Kreiner adalah proses mempengaruhi orang lain yang mana seorang pemimpin mengajak anak buahnya secara sukarela berpartisipasi guna mencapai tujuan organisasi.[4]
Kepemimpinan merupakan satu ’seni’ yang mengarah kepada suatu proses untuk menggerakkan sekumpulan manusia menuju ke suatu tujuan yang telah ditetapkan dengan mendorong mereka bertindak dengan cara yang tidak memaksa yakni karena mereka mau melakukannya.
1) Fenomena kepimpinan dapat dijelaskan melalui konsep-konsep dasar berikut: Kepimpinan adalah suatu daya yang mengalir dengan cara yang tidak diketahui antara pemimpin dengan pengikutnya, mendorong para pengikut supaya mengerahkan tenaga secara teratur menuju sasaran yang dirumuskan dan disepakati bersama. Bekerja menuju sasaran dan pencapaiannya memberikan kepuasan bagi pemimpin dan pengikutnya.
2) Kepimpinan juga mewarnai dan diwarnai oleh media, lingkungan, pengaruh dan iklim di mana dia berfungsi. Kepimpinan tidak bekerja dalam ruangan yang hampa, tetapi suasana yang diciptakan oleh pelbagai unsur.
3) Kepimpinan sentiasa aktif, namun boleh berubah-ubah darjatnya, kepentingannya dan keluasan tujuannya. Kepimpinan itu bersifat dinamik.
4) Kepimpinan bekerja menurut prinsip, methodologi dan matlamat yang pasti dan tetap. [5]
Ø Secara Islam
Kepemimpinan dalam Al-Qur’an disebutkan dengan istilah Imamah, pemimpin dengan istilah imam. Al-Qur’an mengkaitkan kepemimpinan dengan hidayah dan pemberian petunjuk pada kebenaran. Seorang pemimpin tidak boleh melakukan kezaliman, dan tidak pernah melakukan kezaliman dalam segala tingkat kezaliman: kezaliman dalam keilmuan dan perbuatan, kezaliman dalam mengambil keputusan dan aplikasinya.[6]
2. Ciri-ciri Pemimipinan Menurut Islam
Pemimpin dalam islam mempunyai beberapa ciri-ciri, diantaranya :
a. Niat yang ikhlas
b. Laki-laki
c. Tidak meminta jabatan
d. Berpegang dan konsistan pada hukum Allah
e. Memutuskan perkara dengan adil
f. Senentiasa ada ketika diperlukan
g. Menasehati rakyat
h. Tidak menerima hadiah
i. Mencari pemimpin yang baik
j. Lemah lembut
k. Tidak meragukan rakyat
l. Terbuka untuk menerima idea dan kritikan[7]
3. Substansi Tafsir
Ujian-ujian yang dialami oleh Nabi Ibrahim
"Dan (ingatlah) tatkala telah diuji Ibrahim aleh TuhanNya dengan berapa kalimat.
Tidak dijelaskan dalam ayat ini, apa makna kalimat-kalimat itu, tidak diketahui juga melalui ayat-ayat ini dan atau melalui sunnah yang shahih, bagaimana Allah mengujinya.memang ada sejumlah pendapat tentang jenis ujian-ujian tersebut ada yang menyebutkan sepuluh macam ujian. [8]
Dalam buku terjemahan dari Khawatir Qur’aniyah dijelaskan ujian dari Nabi Ibrahim As. adalah beliau diuji dengan penentangan ayahnya, penentangan kaumnya, di lemparkan ke dalam api, meninggalkan anak dan istri di gurun, menyembelih anak.[9]
Ujian-ujian tersebut juga dijelaskan dalam QS. At Taubah ayat 112
QS. Al-Ahzab ayat 35
Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mukmin[1218], laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyuk, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar (35).
4. Teori Kepemimpinan
Beberapa teori tentang kepemimpinan
Ø Teori Traits
Teori ini menyatakan bahwa efektivitas kepemimpinan tergantung pada karakter pemimpinnya. Sifat-sifat yang dimiliki antara lain kepribadian, keunggulan fisik, dan kemampuan sosial.
Ø Teori Kharismatik
Teori kepemimpinan karismatik dari House menekankan kepada identifikasi pribadi, pembangkitan motivasi oleh pemimpin dan pengaruh pemimpin terhadap tujuan- tujuan dan rasa percaya diri para pengikut. Teori atribusi tentang karisma lebih menekankan kepada identifikasi pribadi sebagai proses utama mempengaruhi dan internalisasi sebagai proses sekunder. Teori konsep diri sendiri menekankan internalisasi nilai, identifikasi sosial dan pengaruh pimpinan terhadap kemampuan diri dengan hanya memberi peran yang sedikit terhadap identifikasi pribadi. Sementara itu, teori penularan sosial menjelaskan bahwa perilaku para pengikut dipengaruhi oleh pemimpin tersebut mungkin melalui identifikasi pribadi dan para pengikut lainnya dipengaruhi melalui proses penularan sosial. Pada sisi lain, penjelasan psikoanalitis tentang karisma memberikan kejelasan kepada kita bahwa pengaruh dari pemimpin berasal dari identifikasi pribadi dengan pemimpin tersebut.
Karisma merupakan sebuah fenomena. Ada beberapa pendekatan yang dapat digunakan oleh seorang pemimpin karismatik untuk merutinisasi karisma walaupun sukar untuk dilaksanakan. Kepemimpinan karismatik memiliki dampak positif maupun negatif terhadap para pengikut dan organisasi.[10]
5. Implikasi Ayat Terhadap Teori Kepemimpinan
Bahwasanya dalam surat Al Baqarah ayat 124 mengisyaratkan bahwa kepemimpinan dan keteladanan harus berdasarkan keimanan dan ketaqwaan, pengetahuan dan keberhasilan dalam aneka ujian. Karena itu kepemimpinan tidak akan dapat dianugerahkan oleh Allah kepada orang-orang yang zalim, yakni yang berlaku aniaya.
Dalam surat ini menjelaskan salah satu perbedaan yang menunjukkan ciri pandangan islam tentang kepemimpinan dengan pandangan-pandangan yang lain. Islam menilai bahwa kepemimpinan bukan hanya sekedar kontrak sosial, yang melahirkan janji dari pemimpin untuk melayani yang dipimpin sesuai kesepakatan bersama, serta ketaatan dari yang dipimpin kepada pemimpin, tetapi juga harus terjalin hubungan harmonis antara yang diberi wewenang memimpin dengan Tuhan. Yaitu berupa janjin untuk menjalankan kepemimpinan sesuai dengan nilai-nilai yang diamanatkan-Nya. Ÿ
(janjiku tidak mendapatkan orang-orang yang zalim), menunjukkan bahwa perolehan kepemimpinan lebih banyak merupakan anugerah, bukan upaya manusia. itulah sebabnya ayat tersebut menyatakan “janjiku tidak mendapatkan orang-orang yang zalim”, dalam arti bahwa mereka yang aktif mencari kedudukan , tetapi justru “janji” yang menjadi pelaku (subyek). Janji itu yang tidak menemui atau mendapatkan mereka.[11]
Dari penafsiran QS Al Baqarah ayat 124 bila dihubungkan dengan teori Traits yang beranggapan bahwa kepemimpinan tergantung pada karakter pemimpinnya. Sifat-sifat yang dimiliki antara lain kepribadian, keunggulan fisik, dan kemampuan sosial.
(janjiku tidak mendapatkan orang-orang yang zalim). Dalam ayat ini jelas diterangkan bahwa kepemimpinan dalam islam lebih kepada anugerah bukan kepada upaya manusia. Dan tidak mungkin Allah memilih seorang yang zalim sebagai seorang pemimpin. Maka hal itu sejalan dengan teori traits yang beranggapan kepemimpinan tergantung pada karakter pemimpin. Karakter pemimpin haruslah baik yang meliputi aspek kepribadian dan kemapuan sosial. Kepribadian yang dimiliki seorang pemimpin yang dimaksud tentunya tidak zalim seperti yang tercantum dalam QS Al Baqarah ayat 124.
Ayat ini juga di dukung dengan teori kepemimpinan kharismatik dari House menekankan kepada identifikasi pribadi, pembangkitan motivasi oleh pemimpin dan pengaruh pemimpin terhadap tujuan- tujuan dan rasa percaya diri para pengikut. Identifikasi pribadi disini dapat diartikan pengetahuan yang dimiliki seorang pemimpin, keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT.
F. Pesan Moral
Dari penjelasan surat AL-Baqarah ayat 124 diatas dapat kita ambil pelajaran:
a) Sebagai seorang pemimpin harus rela berkorban baik secara lahir maupun batin.
b) Untuk menjadi pemimpin yang baik harus tabah dan sabar menahan cobaan dan ujian yang menghadang.
c) Seorang pemimpin harus aktif yakni mengetahui keadaan umat dan merasakan langsung penderitaan rakyatnya., dan seorang pemimpin harus melebihi umatnya dalam segala hal (keilmuan dan perbuatan, pengabdian dan ibadah, keberanian dan keutamaan, sifat dan perilaku, dan aspek lainnya).
d) Orang yang zalim tidak akan dijadikan pemimpin.
DAFTAR PUSTAKA
Shihab, Quraish, Tafsir Al Misbah, Jakarta: Lentara Hati.2004
Khawatir Qur’aniyah: nazrat Fi Ahdaf suwar Al Qur’an, diterjemahkan oleh Khalid Amru,Pesona Al-qur’an dalam merantai surah dan ayat . Jatiwaringin : SAHARA publishers.2006
Usman, Ulumul Qur’an Cet. I Yogyakarta : Teras.2009
http://community.siutao.com/showthread.php/1684-Leadership-Teori-Kepemimpinan"
http://cahyaiman.wordpress.com/2010/04/16/kepemimpinan-dalam-perspektif-islam/
"http://syamsuri149.wordpress.com/2008/05/28/kepemimpinan-menurut-al-qur%e2%80%99an/" \o
Asbabun Nuzul Surah Al-Baqarah : 124
[1] "http://syamsuri149.wordpress.com/2008/05/28/kepemimpinan-menurut-al-qur%e2%80%99an/" \o
[2] Usman, Ulumul Qur’an Cet. I (Yogyakarta : Teras,2009), 201-202.
[3] http://cahyaiman.wordpress.com/2010/04/16/kepemimpinan-dalam-perspektif-islam/
[4] http://community.siutao.com/showthread.php/1684-Leadership-Teori-Kepemimpinan
[5] http://www.iluvislam.com/v1/readarticle.php?article_id=1433
[6] http://tafsirtematis.wordpress.com
[7] http://www.facebook.com/notes/baitul-izzah/ciri-ciri-pemimpin-menurut-islam/175457053567
[8] Quraish Shihab,Tafsir Al Misbah(Jakarta,Lentara Hati,2004),302
[9] Khawatir Qur’aniyah: nazrat Fi Ahdaf suwar Al Qur’an, diterjemahkan oleh Khalid Amru,Pesona Al-qur’an dalam merantai surah dan ayat (Jatiwaringin,SAHARA publishers,2006),26
[10] http://community.siutao.com/showthread.php/1684-Leadership-Teori-Kepemimpinan
[11] Ibid,302-303
Cara Menshalatkan Jenazah
Rukun, syarat, panduan tatacara sholat jenazah atau sholat mayit dibawah ini adalah sudah kami ringkas, dan kami lengkapi dengan beberapa dalil hadits dari Nabi SAW, rukun Shalat Jenazah terdiri dari 8 rukun dan Hukum menjalankannya adalah "Fardhu Kifayah" artinya jika tidak ada yang menjalankan, semua akan berdosa. Shalat ini gak memakai ruku’, sujud, i’tidal dan tahiyyat, hanya dengan 4 takbir dan 2 salam, yang dilakukan dalam keadaan berdiri.
Berikut ini adalah rukun sholat jenzah :
1. Niat
Setiap shalat dan ibadah lainnya kalo gak ada niat dianggap gak sah, termasuk niat melakukan Shalat jenazah. Niat dalam hati dengan tekad dan menyengaja akan melakukan shalat tertentu saat ini untuk melakukan ibadah kepada Allah SWT.
"Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan keta'atan kepada-Nya dalam agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus." (QS. Al-Bayyinah : 5).
Hadits Rasulullah SAW dari Ibnu Umar ra, bahwa Rasulullah SAW bersabda:
"Sesungguhnya setiap amal itu tergantung niatnya. Setiap orang mendapatkan sesuai niatnya." (HR. Muttafaq Alaihi).
2. Berdiri Bila Mampu
Shalat jenazah sah jika dilakukan dengan berdiri (seseorang mampu untuk berdiri dan gak ada uzurnya). Karena jika sambil duduk atau di atas kendaraan [hewan tunggangan], Shalat jenazah dianggap tidak sah.
3. Takbir 4 kali
Aturan ini didapat dari hadits Jabir yang menceritakan bagaimana bentuk shalat Nabi ketika menyolatkan jenazah.
Dari Jabi ra bahwa Rasulullah SAW menyolatkan jenazah Raja Najasyi (shalat ghaib) dan beliau takbir 4 kali.
(HR. Bukhari : 1245, Muslim 952 dan Ahmad 3:355)
Najasyi dikabarkan masuk Islam setelah sebelumnya seorang pemeluk nasrani yang taat. Namun begitu mendengar berita kerasulan Muhammad SAW, beliau akhirnya menyatakan diri masuk Islam.
4. Membaca Surat Al-Fatihah
5. Membaca Shalawat kepada Rasulullah SAW
6. Doa Untuk Jenazah
Dalilnya adalah sabda Rasulullah SAW :
"Bila kalian menyalati jenazah, maka murnikanlah doa untuknya."
(HR. Abu Daud : 3199 dan Ibnu Majah : 1947).
Diantara lafaznya yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW antara lain :
"Allahummaghfir lahu warhamhu, wa’aafihi wa’fu ‘anhu, wa akrim nuzulahu, wa wassi’ madkhalahu, waghsilhu bil-ma’i watstsalji wal-baradi."
7. Doa Setelah Takbir Keempat
Misalnya doa yang berbunyi :
"Allahumma Laa Tahrimna Ajrahu wa laa taftinnaa ba’dahu waghfirlana wa lahu.."
8. Salam
Berikut ini adalah Tata Cara, Urutan dan Do'a Sholat Jenazah :
1. Lafazh Niat Shalat Jenazah :
"Ushalli ‘alaa haadzal mayyiti fardlal kifaayatin makmuuman/imaaman lillaahi ta’aalaa.."
Artinya:
"Aku niat shalat atas jenazah ini, fardhu kifayah sebagai makmum/imam lillaahi ta’aalaa.."
2. Setelah Takbir pertama membaca: Surat "Al Fatihah."
3. Setelah Takbir kedua membaca Shalawat kepada Nabi SAW : "Allahumma Shalli ‘Alaa Muhamad?"
4. Setelah Takbir ketiga membaca:
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لَهُ وَارْحَمْهُ وَعَافِهِ وَاعْفُ عَنْهُ، وَأَكْرِمْ نُزُلَهُ، وَوَسِّعْ مَدْخَلَهُ، وَاغْسِلْهُ بِالْمَاءِ وَالثَّلْجِ وَالْبَرَدِ، وَنَقِّهِ مِنَ الْخَطَايَا كَمَا نَقَّيْتَ الثَّوْبَ اْلأَبْيَضَ مِنَ الدَّنَسِ، وَأَبْدِلْهُ دَارًا خَيْرًا مِنْ دَارِهِ، وَأَهْلاً خَيْرًا مِنْ أَهْلِهِ، وَزَوْجًا خَيْرًا مِنْ زَوْجِهِ، وَأَدْخِلْهُ الْجَنَّةَ، وَأَعِذْهُ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ وَعَذَابِ النَّارِ
Ya Allah! Ampunilah dia (mayat) berilah rahmat kepadanya, selamatkanlah dia (dari beberapa hal yang tidak disukai), maafkanlah dia dan tempatkanlah di tempat yang mulia (Surga), luaskan kuburannya, mandikan dia dengan air salju dan air es. Bersihkan dia dari segala kesalahan, sebagaimana Engkau membersihkan baju yang putih dari kotoran, berilah rumah yang lebih baik dari rumahnya (di dunia), berilah keluarga (atau istri di Surga) yang lebih baik daripada keluarganya (di dunia), istri (atau suami) yang lebih baik daripada istrinya (atau suaminya), dan masukkan dia ke Surga, jagalah dia dari siksa kubur dan Neraka.”
atau bisa secara ringkas :
"Allahummagh firlahu warhamhu wa’aafihi wa’fu anhu.."
Artinya:
"Ya Allah, ampunilah dia, berilah rahmat, sejahtera dan maafkanlah dia"
5. Setelah takbir keempat membaca:
"Allahumma la tahrim naa ajrahu walaa taftinnaa ba’dahu waghfirlanaa walahu.."
Artinya:
"Ya Allah janganlah kami tidak Engkau beri pahalanya, dan janganlah Engkau beri fitnah kepada kami sesudahnya, dan berilah ampunan kepada kami dan kepadanya"
6. "Salam" kekanan dan kekiri.
Catatan: Jika jenazah wanita, lafazh ‘hu’ diganti ‘ha’.
Demikian beberapa ringkasan artikel tentang tata cara dan do'a sholat jenazah.
Wallahu a'lam.
Rabu, 19 Februari 2014
KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA MENURUT PANDANGAN ISLAM
Kerukunan adalah istilah yang dipenuhi oleh muatan makna “baik” dan “damai”. Intinya, hidup bersama dalam masyarakat dengan “kesatuan hati” dan “bersepakat” untuk tidak menciptakan perselisihan dan pertengkaran (Depdikbud, 1985:850) Bila pemaknaan tersebut dijadikan pegangan, maka “kerukunan” adalah sesuatu yang ideal dan didambakan oleh masyarakat manusia. Namun apabila melihat kenyataan, ketika sejarah kehidupan manusia generasi pertama keturunan Adam yakni Qabil dan Habil yang berselisih dan bertengkar dan berakhir dengan terbunuhnya sang adik yaitu Habil; maka apakah dapat dikatakan bahwa masyarakat generasi pertama anak manusia bukan masyarakat yang rukun? Apakah perselisihan dan pertengkaran yang terjadi saat ini adalah mencontoh nenek moyang kita itu? Atau perselisihan dan pertengkaran memang sudah sehakekat dengan kehidupan manusia sehingga dambaan terhadap “kerukunan” itu ada karena “ketidakrukunan” itupun sudah menjadi kodrat dalam masyarakat manusia?.
Pertanyaan seperti tersebut di atas bukan menginginkan jawaban akan tetapi hanya untuk mengingatkan bahwa manusia itu senantiasa bergelut dengan tarikan yang berbeda arah, antara harapan dan kenyataan, antara cita-cita dan yang tercipta.
Manusia ditakdirkan Allah Sebagai makhluk social yang membutuhkan hubungan dan interaksi sosial dengan sesama manusia. Sebagai makhluk social, manusia memerlukan kerja sama dengan orang lain dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, baik kebutuhan material maupun spiritual.
Ajaran Islam menganjurkan manusia untuk bekerja sama dan tolong menolong (ta’awun) dengan sesama manusia dalam hal kebaikan. Dalam kehidupan sosial kemasyarakatan umat Islam dapat berhubungan dengan siapa saja tanpa batasan ras, bangsa, dan agama.
A. Kerja sama intern umat beragama
Persaudaraan atau ukhuwah, merupakan salah satu ajaran yang mendapat perhatian penting dalam islam. Al-qur’an menyebutkan kata yang mengandung arti persaudaraan sebanyak 52 kali yang menyangkut berbagai persamaan, baik persamaan keturunan, keluarga, masyarakat, bangsa, dan agama. Ukhuwah yang islami dapat dibagi kedalam empat macam, yaitu :
- Ukhuwah ’ubudiyah atau saudara sekemakhlukan dan kesetundukan kepada Allah.
- Ukhuwah insaniyah (basyariyah), dalam arti seluruh umat manusia adalah bersaudara, karena semua berasal dari ayah dan ibu yang sama;Adam dan Hawa.
- Ukhuwah wathaniyah wannasab,yaitu persaudaraan dalam keturunan dan kebangsaan.
- Ukhuwwah fid din al islam, persaudaraan sesama muslim.
Esensi dari persaudaraan terletak pada kasih sayang yang ditampilkan bentuk perhatian, kepedulian, hubungan yang akrab dan merasa senasib sepenanggungan. Nabi menggambarkan hubungan persaudaraan dalam haditsnya yang artinya ” Seorang mukmin dengan mukmin yang lain seperti satu tubuh, apabila salah satu anggota tubuh
terluka, maka seluruh tubuh akan merasakan demamnya. Ukhuwwah adalah persaudaraan yang berintikan kebersamaan dan kesatuan antar sesama. Kebersamaan di akalangan muslim dikenal dengan istilah ukhuwwah Islamiyah atau persaudaraan yang diikat oleh kesamaan aqidah.
Persatuan dan kesatuan sebagai implementasi ajaran Islam dalam masyarakat merupakan salah satu prinsip ajaran Islam.
Salah satu masalah yang di hadapi umat Islam sekarang ini adalah rendahnya rasa kesatuan dan persatuan sehingga kekuatan mereka menjadi lemah. Salah satu sebab rendahnya rasa persatuan dan kesatuan di kalangan umat Islam adalah karena randahnya penghayatan terhadap nilai-nilai Islam.
Persatuan di kalangan muslim tampaknya belum dapat diwujudkan secara nyata. Perbedaan kepentingan dan golongan seringkali menjadi sebab perpecahan umat. Perpecahan itu biasanya diawali dengan adanya perbedaan pandangan di kalangan muslim terhadap suatu fenomena. Dalam hal agama, di kalangan umat islam misalnya seringkali terjadi perbedaan pendapat atau penafsiran mengenal sesuatu hukum yang kemudian melahirkan berbagai pandangan atau madzhab. Perbedaan pendapat dan penafsiran pada dasarnya merupakan fenomena yang biasa dan manusiawi, karena itu menyikapi perbedaan pendapat itu adalah memahami berbagai penafsiran.
Untuk menghindari perpecahan di kalangan umat islam dan memantapkan ukhuwah islamiyah para ahli menetapkan tiga konsep,yaitu :
1. Konsep tanawwul al ’ibadah (keragaman cara beribadah). Konsep ini mengakui adanya keragaman yang dipraktekkan Nabi dalam pengamalan agama yang mengantarkan kepada pengakuan akan kebenaran semua praktek keagamaan selama merujuk kepada Rasulullah. Keragaman cara beribadah merupakan hasil dari interpretasi terhadap perilaku Rasul yang ditemukan dalam riwayat (hadits).
2. Konsep al mukhtiu fi al ijtihadi lahu ajrun(yang salah dalam berijtihad pun mendapatkan ganjaran). Konsep ini mengandung arti bahwa selama seseorang mengikuti pendapat seorang ulama, ia tidak akan berdosa, bahkan tetap diberi ganjaran oleh Allah , walaupun hasil ijtihad yang diamalkannya itu keliru. Di sini perlu dicatat bahwa wewenang untuk menentukan yang benar dan salah bukan manusia, melainkan Allah SWT yang baru akan kita ketahui di hari akhir. Kendati pun demikian, perlu pula diperhatikan orrang yang mengemukakan ijtihad maupun orang yang pendapatnya diikuti, haruslah orang yang memiliki otoritaskeilmuan yang disampaikannya setelah melalui ijtihad.
3. Konsep la hukma lillah qabla ijtihadi al mujtahid (Allah belum menetapkan suatu hukum sebelum upaya ijtihad dilakukan seorang mujtahid). Konsep ini dapat kita pahami bahwa pada persoalan-persoalan yang belum ditetapkan hukumnya secara pasti, baik dalam al-quran maupun sunnah Rasul, maka Allah belum menetapkan hukumnya. Oleh karena itu umat islam,khususnya para mujtahid, dituntut untuk menetapkannya melalui ijtihad. Hasil dari ijtihad yang dilakukan itu merupakan hukum Allah bagi masing-masing mujtahid, walaupun hasil ijtihad itu berbeda-beda.
Ketiga konsep di atas memberikan pemahaman bahwa ajaran Islam mentolelir adanya perbedaan dalam pemahaman maupun pengalaman. Yang mutlak itu hanyalah Allah dan firman-fiman-Nya,sedangkan interpretasi terhadap firman-firman itu bersifat relatif. Karena itu sangat dimungkinkan untuk terjadi perbedaan. Perbedaan tidak harus melahirkan pertentangan dan permusuhan. Di sini konsep Islam tentang Islah diperankan untuk menyelesaikan pertentangan yang terjadi sehingga tidak menimbulkan permusuhan, dan apabila telah terjadi, maka islah diperankan untuk menghilangkannya dan menyatukan kembali orang atau kelompok yang saling bertentangan.
B. Kerja sama antar umat beragama
Memahami dan mengaplikasikan ajaran Islam dalam kehidupan masyarakat tidak selalu hanya dapat diharapkan dalam kalangan masyarakat muslim. Islam dapat diaplikasikan dalam masyarakat manapun, sebab secara esensial ia merupakan nilai yang bersifat universal. Kendatipun dapat dipahami bahwa Isalam yang hakiki hanya dirujukkan kepada konsep al-quran dan As-sunnah, tetapi dampak sosial yanag lahirdari pelaksanaan ajaran isalam secara konsekwen ddapat dirasakan oleh manusia secara keseluruhan.
Demikian pula pada tataran yang lebih luas, yaitu kehidupan antar bangsa,nilai-nilai ajaran Islam menjadi sangat relevan untuk dilaksanakan guna menyatukan umat manusia dalam suatu kesatuan kkebenaran dan keadilan.
Dominasi salah satu etnis atau negara merupakan pengingkaran terhadap makna Islam, sebab ia hanya setia pada nilai kebenaran dan keadilan yang bersifat universal.
Universalisme Islam dapat dibuktikan anatara lain dari segi, dan sosiologo. Dari segi agama, ajaran Islam menunjukkan universalisme dengan doktrin monoteisme dan prinsip kesatuan alamnya. Selain itu tiap manusia, tanpa perbedaan diminta untuk bersama-sama menerima satu dogma yang sederhana dan dengan itu ia termasuk ke dalam suatu masyarakat yang homogin hanya denga tindakan yang sangat mudah ,yakni membaca syahadat. Jika ia tidak ingin masuk Islam, tidak ada paksaan dan dalam bidang sosial ia tetap diterima dan menikmati segala macam hak kecuali yang merugikan umat Islam.
Ditinjau dari segi sosiologi, universalisme Islam ditampakkan bahwa wahyu ditujukan kepada semua manusia agar mereka menganut agama islam, dan dalam tingkat yang lain ditujukan kepada umat Islam secara khususu untuk menunjukan peraturan-peraturan yang harus mereka ikuti. Karena itu maka pembentukan masyarakat yang terpisah merupakan suatu akibat wajar dari ajaran Al-Qur’an tanpa mengurangi universalisme Islam.
Melihat Universalisme Islam di atas tampak bahwa esensi ajaran Islam terletak pada penghargaan kepada kemanusiaan secara univarsal yang berpihak kepada kebenaran, kebaikan,dan keadilan dengan mengedepankan kedamaian.;menghindari pertentangan dan perselisian, baik ke dalam intern umat Islam maupun ke luar. Dengan demikian tampak bahwa nilai-nilai ajaran Islam menjadi dasar bagi hubungan antar umat manusia secara universal dengan tidak mengenal suku,bangsa dan agama.
Hubungan antara muslim dengan penganut agama lain tidak dilarang oleh syariat Islam, kecuali bekerja sama dalam persoalan aqidah dan ibadah. Kedua persoalan tersebut merupakan hak intern umat Islam yang tidak boleh dicamputi pihak lain, tetapi aspek sosial kemasyarakatan dapat bersatu dalam kerja samayang baik.
Kerja sama antar umat bergama merupakan bagian dari hubungan sosial anatar manusia yang tidak dilarang dalam ajaran Islam. Hubungan dan kerja sama ydalam bidang-bidang ekonomi, politik, maupun budaya tidak dilarang, bahkan dianjurkan sepanjang berada dalam ruang lingkup kebaikan.