This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Tampilkan postingan dengan label Khutbah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Khutbah. Tampilkan semua postingan

Senin, 06 Juni 2016

Marhaban Yaa Ramadhan

Khutbah Jum'at : Marhaban Ya Ramadhan Oleh. Rahmadi, S. Ag. M. Pd. I Alhamdulillah, segala puji bagi Allah sehingga sampai saat ini kita dapat melaksanakan shalat jum’at berjamaah di masjid yang mulia ini. Shalawat dan salam selalu dan senantiasa tercurah kepada seorang hamba Allah yang paling mulia, junjungan kita Nabi Muhammad saw., keluarga, kerabat, sahabat dan para pengikut beliau sampai akhir zaman. Hadirin sidang jum’at yang berbahagia ! Tak terasa Bulan nan suci penuh berkah akan tiba di depan mata, sekitar kurang lebih 1 minggu lagi kita akan menemui bulan yang ditunggu-tunggu umat Islam sedunia, yaitu bulan suci Ramadhan. Hadirin, Ramadhan adalah salah satu nama bulan yang Allah cantum nyata dalam Al-Qur’an, sebagaimana firman Allah dalam Surah Al-Baqarah ayat 185 yang Artinya : “Bulan Ramadhan adalah bulan di mana Allah Turunkan padanya Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelas dari petunjuk dan pembeda antara yang hak dan bathil” (QS. 2 : 185). Sidang Jum’at yang terhormat! Ramadhan yang suci, yang sebentar lagi akan kita temui menjadi bulan untuk membumi-hanguskan berbagai dosa dan maksiat selama kurang lebih setahun berlalu. Selain itu, Ramadhan adalah bulan di mana diwajibkannya orang-orang yang beriman untuk berpuasa, sekaligus menjadi ajang menempa diri untuk meraih gelar Muttaqin. Wajar bila kemudian umat Islam di berbagai penjuru dunia, dari dahulu hingga akhir nanti, dianjurkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wassallam untuk bergembira menyambut kedatangan Ramadhan. Ramadhan merupakan bulan mulia karena mengandung perintah Allah dan seruan Rasulullah untuk berpuasa wajib sebulan penuh. Pada bulan ini juga wahyu Allah yang berupa ayat-ayat Al-Quran diturunkan ke muka bumi. Keutamaan Ramadhan lainnya ialah terdapat Lailatul Qadr di dalamnya, yakni satu malam yang lebih baik dari seribu bulan. Maka, bergembiralah kita sebagai umat Islam dalam menyambut datangnya bulan Ramadhan yang penuh dengan keberkahan ini. Rasulullah selalu memberi kabar gembira kepada para Sahabatnya setiap kali datang bulan Ramadhan. Beliau bersabda, “Telah datang pada kalian bulan Ramadhan, bulan yang diberkahi, Allah telah mewajibkan atas kalian untuk berpuasa di dalamnya. Pada bulan itu juga dibukakan pintu Surga serta ditutupnya pintu-pintu Neraka…” (Riwayat Ahmad). Hadirin, Demikian halnya para Sahabat dan tabi’in di zaman Rasulullah maupun sesudahnya, mereka senantiasa bergembira dengan kedatangan bulan Ramadhan. Sebagaimana Mulla bin al-Fadhel pernah menyatakan bahwa perilaku para salaf sholeh terhadap kemuliaan Ramadhan adalah mereka selalu berdoa dan memohon kepada Allah selama enam bulan agar dapat bertemu Ramadhan dan memohon selama enam bulan agar amal ibadahnya selama Ramadhan diterima Allah Subhanahu Wata’ala. Namun apa yang terjadi dewasa ini, kegembiraan menyambut Ramadhan yang dilakukan oleh sebagian besar umat Islam hanya sebatas seremonial atau pencitraan diri agar dipandang tetangga. Banyak orang yang mengaku Islam justru merasa sesak dengan hadirnya Ramadhan yang mewajibkan umat Muslim berpuasa sebulan penuh tersebut. Karena Ramadhan dianggap sebagai belenggu bagi kebebasan orang-orang tersebut. Belenggu yang dimaksud misalnya mereka dilarang makan, dilarang minum dan tidak boleh melakukan hal-hal yang membatalkan puasa lainnya. Dari uraian tersebut, satu hal yang mesti ditekankan adalah bagaimana agar meraih sukses ibadah puasa selama Ramadhan. Puasa Ramadhan merupakan perintah wajib bagi seluruh umat Islam yang telah dewasa (baligh) dan tidak memiliki uzur untuk menunaikannya. Puasa adalah ibadah yang cukup berat karena melibatkan rohani dan jasmani secara bersinergi, tanpa melepaskan unsur teknis personal maupun sosial. Ibadah puasa tidak seperti ibadah wajib lainnya yang dapat dilihat bahkan diukur atau dinilai secara kasat mata. Misalnya shalat, dengan begitu mudah kita dapat mengetahui seseorang yang sedang mengerjakan shalat dan yang tidak pernah shalat. Begitu juga halnya dengan orang-orang yang berzakat dan yang belum membayar zakat. Dengan kasat mata, kita dapat mengetahui dan mengukur keimanan orang-orang yang pelit atau kikir dalam membelanjakan hartanya di jalan Allah. Berbeda dengan puasa, ibadah puasa adalah ibadah rahasia yang hanya diketahui oleh Allah dan orang yang melakukannya. Amal ibadah puasa akan langsung dinilai oleh Allah Subhanahu Wata’ala, sebagaimana dijelaskan dalam sebuah hadis Qudsi yang menyatakan bahwa setiap amal anak-cucu nabi Adam akan kembali pada dirinya masing-masing, kecuali puasa. Puasa itu untuk Allah dan Allah juga yang menanggung pahalanya. Persiapan Meraih Sukses Ramadhan Persiapan menyambut bulan puasa tidak hanya bersifat material semata, namun juga harus didukung oleh konsep spiritual yang benar-benar terprogram. Dengan kata lain, semaksimal mungkin kita harus mempersiapkan diri dan rohani untuk menyongsong datangnya bulan Ramadhan. Banyak hal yang mesti dipersiapkan sebelum kita menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadhan, agar ibadah puasa kita tidak percuma. Sebagaimana peringatan dari Rasulullah, bahwa: “Banyak orang yang berpuasa namun tidak mendapatkan apa-apa, kecuali lapar dan dahaga.”(HR. Ahmad). Banyak hal yang telah dicontohkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wassallam dalam rangka menyambut Ramadhan demi meraih kualitas terbaik selama beribadah di bulan Ramadhan. Etika menyambut Ramadhan harus benar-benar dijaga agar tidak merusak amalan selama menunaikan ibadah puasa dan ibadah lainnya. Hadirin, Ada beberapa hal yang semestinya kita prioritaskan sebelum menjalankan ibadah puasa Ramadhan di antaranya: Berniat dan Berdoa. Sesungguhnya baik buruknya amal seseorang terletak pada niatnya. Dengan niat yang benar dan ikhlas karena mengharap ridho Allah maka insya Allah puasa kita akan berkualitas. Setelah memiliki niat yang benar, maka berdoalah kepada Allah, memohon untuk dijaga hati dan diri kita agar benar-benar siap menyambut bulan Ramadhan. Tentunya dengan doa kita juga berharap Allah mempertemukan kita dengan Ramadhan dalam keadaan sehat dan kuat baik jasmani dan rohani, serta memiliki semangat beribadah. Rasulullah pernah berdoa, “Ya Allah berkahilah kami di bulan Rajab dan Sya’ban serta pertemukanlah kami dengan Ramadhan.” (HR. Ahmad dan Ath-Thabrani). Meningkatkan Khazanah Keilmuan. Setiap Muslim diwajibkan membekali diri dengan ilmu ketika hendak beribadah kepada Allah. Harapannya agar amal ibadah yang dilakukannya sesuai dengan tuntunan Islam. Demikian halnya ibadah di bulan Ramadhan terutama puasa, kita harus mengetahui rukun dan hal-hal yang dapat merusak ibadah puasa. Perintah berilmu juga merupakan perintah Allah, sebagaimana firman-Nya dalam QS. Al-Anbiya’ [21]: 7, وَمَا أَرْسَلْنَا قَبْلَكَ إِلاَّ رِجَالاً نُّوحِي إِلَيْهِمْ فَاسْأَلُواْ أَهْلَ الذِّكْرِ إِن كُنتُمْ لاَ تَعْلَمُونَ Artinya: “Maka bertanyalah pada orang-orang yang berilmu jika kalian tidak mengetahui.” Mensucikan Diri. Logikanya, ketika seseorang menyambut tamu penting misalnya pejabat atau orang-orang yang dihormati. Tentu ia harus bersih diri, tempat dan lingkungan sekitarnya. Demikian halnya Ramadhan, bulan yang dimuliakan Allah dan Rasulullah tersebut. Seharusnya kita membersihkan diri dari segala dosa dan meninggalkan segala maksiat untuk menyambut kedatangan Ramadhan, bulan penuh berkah ini. Betapa rugi orang-orang yang berpuasa menahan lapar dan dahaga, tetapi dirinya masih berbuat maksiat. Sebagaimana dalam haditsnya, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wassallam bersabda, ”Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta dan beramal dengannya maka tidak ada bagi Allah kepentingan terhadap puasa (yang sekedar meninggalkan makan dan minum.” (Riwayat Bukhari). Menyusun Program Kebaikan. Dalam meraih sukses tentu diperlukan rencana-rencana cerdas dan matang. Inilah yang juga diperlukan setiap Muslim yang ingin meraih sukses ibadahnya, terlebih khusus ibadah di bulan Ramadhan. Sudah menjadi tradisi setiap Ramadhan akan terdapat peningkatan aktivitas keislaman. Di mana-mana banyak diselenggarakan kajian-kajian Islam, gerakan sosial sedekah dan zakat, sholat sunnah berjamah dan ibadah lainnya. Agar kita dapat menunaikan semua itu tanpa meninggalkan kewajiban pribadi, maka perlu sekali untuk menyusun program selama Ramadhan. Tentu program-program yang baik dan bernilai manfaat seperti menyiapkan takjil berbuka bagi orang lain, aktif mengikuti kegiatan di masjid sekitar, menyantuni anak-anak yatim dan kaum dhuafa, memperbanyak bersilaturrahim, mengadakan kajian-kajian yang membahas seputar keutamaan Ramadhan dan program lainnya. Demikianlah beberapa hal yang semestinya menjadi etika kita ketika menyambut datangnya bulan penuh berkah ini. Tujuannya semata-mata demi meraih ridho Allah karena kita dapat mengisi bulan Ramadhan dengan amal ibadah yang maksimal dan dapat mengambil manfaatnya. Semoga kita dapat menyelesaikan ibadah di bulan Ramadhan ini dengan predikat terbaik di hadapan Allah dan kita dijauhkan dari hal-hal yang membuat ibadah kita sia-sia. “Berapa banyak orang yang berpuasa, hanya mendapatkan lapar dan dahaga saja. Dan berapa banyak orang yang mendirikan shalat malam hanya mendapatkan begadang saja.” (HR. An-Nasai, Ibnu Majah, Ibnu Huzaimah dan Ibnu Hubban).* Marilah kita sambut bulan suci Ramadhan tahun ini dengan penuh niat ikhlas, serambi memperbanyak ilmu dan membersihkan diri dari dosa dan noda, sehingga kita benar-benar dikatakan gembira, sebagaimana sabda Nabi Muhammad saw. : Man fariha bidukhi ramadhan, haramallahu jasadahu ‘alanniiran (Barangsiapa yang bergembira dengan datangnya bulan Ramadhan, Maka Allah haramkan Jasadnya dari Siksa Api Neraka). Mudah-mudahan Allah swt memanjangkan umur kita, sehingga dapat menemui bulan Ramadhan tahun ini. Amin. *disampaikan pada Khutbah Jum’at, 28 Mei 2016 di Masjid Jami Syuhada Lampihong Kiri Kab. Balangan

Rabu, 13 April 2016

khutbah Jum'at : Momentum Hari Jadi Kab. Balangan dan Datangnya Bulan Rajab

Hadirin sidang jum’at yang terhormat! Alhamdulillah segala puji bagi Alllah karena pada saat ini kita dapat menikmati nikmatnya Iman dan Islam Shalawat dan salam selalu dan senantiasa tercurah kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad saw., keluarga, sahabat dan karabat ila yaumil qiyamah. Hadirin yang berbahagia! Marilah dalam kesempatan ini kita meningkatkan kualitas iman dan takwa kita kepada Allah swt. dengan menjunjung segala perintah-perintah-Nya dan menjauhi sejauh-jauhnya segala apa yang dilarang-Nya. Hadirin, Tepat hari ini kita sebagai warga Balangan memperingati hari lahirnya kabupaten yang kita cintai, 13 tahun yang lalu Kabupaten Balangan menjadi sebuah kabupaten yang mandiri dengan tidak lagi tergantung kepada kabupaten induk, yaitu kabupaten Hulu Sungai Utara. Kemudian, besok hari kita sudah memasuki bulan yang penuh peristewa yang penting bagi umat islam, yaitu bulan Rajab yang mulia. Pada bulan Rajab ini, Allah swt telah memberikan kemuliaan kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad saw. yang tidak pernah ada dan tidak ada lagi para Nabi dan Rasul selain Nabi Kita Muhammad saw, yaitu peristewa Isra dan Mi’raj. Hadirin, Isra adalah diperjalankannya Nabi Muhammad saw. pada malam hari dari Masjidil Haram di Mekkah ke Masjidil Aqsha di Palestina, dan mi’raj adalah Allah naikkan Nabi Muhammad saw. dari Masjidil Aqsha ke sidratil Muntaha dan menghadap Alla azza wa jalla dan menerima perintah Shalat lima waktu. Peristewa isra dan mi’raj ini telah Allah swt diabadikan. dalam Al-Quran pada surah al-isra ayat 1, yang berbunyi artinya : “Maha suci Allah yang telah memperjalankan Hamba (Muhammad) pada suatu malam dari Masjidil haram (mekah) ke Masjidil Aqsha (Palestina) yang telah diberkahi sekelilingnya untuk memperlihatkan sebagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, sesungguhnya Allah Maha mendengar lagi maha melihat” (QS. 17 : 1) Hadirin, DR. Abdullah bin Muhammad bin Abdurrahman Alu Syaikh dalam kitabnya yang terkenal “tafsir Ibnu Katsir”, menjelaskan kesimpulan dari peristewa isra dan mi’raj yang dialami oleh baginda Rasul Muhammad saw. ada 4, yakni : Pertama, Allah memberangkat Nabi Muhammad saw dari Masjidil Haram Mekah ke Masjidil Aqsha Palestina dengan mengendarai binatang Buraq, Kedua, Nabi Muhammad saw melaksanakan shalat dua rakaat di Masjidil Aqsha, Ketiga, Allah menaikkan Nabi Muhammad dari Masjidil Aqsha ke Langit dunia dan sampai sidratil muntaha dan menghadap Allah untuk menerima perintah shalat lima waktu, Keempat, Nabi Muhammad kembali ke masjidil aqsha dan masjidil haram. Hadirin, Dua momentum ini tentunya sebagai warga banua dan sebagai umat Islam wajib mensyukuri segala nikmat yang telah dianugerahkan Allah kepada kita. 13 tahun kabupaten Balangan bukan waktu yang pendek, oleh karena itu mari kita isi tahun-tahun berikutnya dengan semangat kebersamaan dan silaturrahmi guna menggapai masyarakat yang baldatun thaibatun warrabbun ghaffur (masyarakat yang damai, tentram dibawah naungan ridha Allah swt). Kemudian dengan memasuki bulan yang suci dan mulia ini (rajab) kita selalu mempertegas kometmen kita untuk selalu mengamalkan inti dari peristewa Isra dan Mi’raj tersebut, yaitu perintah shalat lima waktu dalam sehari-hari semalam. Mudah-mudahan dengan shalat, segala problematika kehidupan berbangsa, bermasyarakat dan berkeluarga dapat terselesaikan. Aamin ya rabbal ‘alamin. • Disampaikan pada khutbah jum’at, 08/04/2016. • Di Masjid Jami Syuhada Lampihong Kiri Kab. Balangan.

Jumat, 06 Juni 2014

Khutbah Jum'at : Fadhilat Takwa dalam Kehidupan Sehari-hari

Kata takwa sudah amat akrab di telinga kita. Tiap khutbah Jumat sang khotib senantiasa menyerukannya. Bahkan di tiap bulan Ramadhan, kata taqwa pun menghiasi ceramah-ceramah atau kultum-kultum yang diadakan. Taqwa adalah bekal hidup paling utama. Ketika Abu Dzarr Al-Ghifari meminta nasihat kepada baginda Rasulullah, maka pesan paling pertama dan utama yang beliau sampaikan kepada sahabatnya itu adalah takwa. Kata Rasulullah SAW, "Saya wasiatkan kepadamu, bertakwalah engkau kepada Allah karena takwa itu adalah pokok dari segala perkara." [Nasr bin Muhammad bin Ibrahim, Kitab Tanbih al-Ghofilin li Abi Laits As-Samarkindi] Secara lughah (bahasa), takwa berarti: takut atau mencegah dari sesuatu yang dibenci dan dilarang. Sedangkan menurut istilah, terdapat pelbagai pengertian mengenai takwa. Ibn Abbas mendefinisikan, taqwa adalah takut berbuat syirik kepada Allah dan selalu mengerjakan ketaatan kepada-Nya. [tafsir Ibn Katsir, hal. 71] Imam Qurthubi mengutip pendapat Abu Yazid al-Bustami, bahwa orang yang bertakwa itu adalah: "Orang yang apabila berkata, berkata karena Allah, dan apabila berbuat, berbuat dan beramal karena Allah." Abu Sulaiman Ad-Dardani menyebutkan: "Orang-orang yang bertakwa adalah orang-orang yang kecintaan terhadap hawa nafsunya dicabut dari hatinya oleh Allah." [Al-Jami li Ahkamil Qur'an, 1/161]. Sedangkan Imam Ibn Qayyim al-Jauziyyah menegaskan, bahwa hakikat taqwa adalah taqwa hati, bukan takwa anggota badan." [lihat: Ibn Qayyim al-Jauziyyah, kitab al-Fawaid, hal.173] Umumnya, para ulama mendefinisikan taqwa sebagai berikut: "Menjaga diri dari perbuatan maksiat, meninggalkan dosa syirik, perbuatan keji dan dosa-dosa besar, serta berperilaku dengan adab-adab syariah." Singkatnya, "Mengerjakan ketaatan dan menjauhi perbuatan buruk dan keji." Atau pengertian yang sudah begitu populer, taqwa adalah melaksanakan segala perintah Allah dan menjauhi segala bentuk larangan-Nya. Dari definisi-definisi di atas menunjukan bahwa urgensi taqwa sudah tidak diragukan lagi, apalagi Al-Qur'an dan hadis Nabi SAW. secara berulang-ulang menyeru kita supaya bertaqwa. Khusus bagi orang-orang yang bertakwa, Allah telah menjanjikan berbagai macam keistimewaan atau balasan atas mereka, di antaranya: pertama, bagi siapa saja yang bertaqwa kepada-Nya, maka akan dibukakan baginya jalan keluar ketika menghadapi pelbagai persoalan hidupnya. (QS Ath-Thalaq: 2). Kedua, memperoleh rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka (QS At-Thalaq:3). Ketiga, dimudahkan segala urusannya (QS Al-Thalaq:4). Kelima, diampuni segala dosa dan kesalahannya, dan bahkan Allah SWT. akan melipatgandakan pahala baginya (QS Al-Thalaq: 5). Keenam, orang yang bertaqwa tidak akan pernah merasa takut, mengeluh, was-was dan sedih hati (QS Yunus: 62-63). Ketujuh, mereka yang bertaqwa akan memperoleh berita gembira (al-busyra), baik di dunia maupun di akhirat (QS Yunus: 64). Di samping memberikan motivasi, janji-janji yang terkandung dalam ayat-ayat di atas juga menjelaskan tentang keutamaan taqwa dan fungsionalnya terhadap problematika kehidupan seorang muslim. Oleh sebab itu, tidak semestinya bagi seorang muslim atau mukmin memandang remeh perkara ini. Pasal, taqwa berfungsi sebagai bekal hidup yang paling esensial dan substansial. Lebih-lebih, bagi seorang pemimpin yang sedang memikul amanah dan tanggung jawab, bekal ketaqwaan tentunya sangat diperlukan. Tidak mustahil, seorang pemimpin, apa pun posisi dan levelnya akan mampu menunaikan tugas-tugasnya dengan baik, menemukan jalan keluar atas persoalan yang dihadapinya serta dapat mencapai tujuan kolektifnya, apabila pemimpin tersebut membekali dirinya dengan ketakwaan kepada Allah. Ibadah puasa Ramadhan tahun ini sudah hampir tiba. Kehadirannya merupakan momentum yang sangat berharga bagi kita untuk bermuhasabah dan berlomba-lomba dalam memperbanyak amal kebajikan sehingga kita betul-betul termasuk golongan insan bertakwa. Wallahu'alam bis shawab. Khutbah Jum’at: 7 Juni 2014 M/9 Sya’ban 1435 H Di Masjid Syuhadaa Lampihong Kiri Kab. Balangan

Jumat, 16 Mei 2014

Khutbah Jum'at : Hati-Hati Dengan Dunia

Ma’asyiral muslim rahimakumullah Marilah dalam kesempatan ini kita kembali meningkatkan kualitas ketakwaan kita kepada Allah swt, dengan senantiasa mengisi sisa umur kita hidup di dunia dengan amal perbuatan yang terbaik dan di ridhai oleh Allah swt. dan menghindari sikap yang selalu menghambakan kepada kehidupan dunia yang fana ini, sehingga melupakan kehidupan yang lebih abadi yaitu kehidupan akhirat. Hadirin, Islam adalah agama yang sangat memberikan tuntunan kepada umat Islam untuk tidak tergelincir kepada kesesatan dan kerakusan terhadap kehidupan dunia yang fana dan sementara ini. Karena dunia bisa menipu, bisa melalaikan, menutup mata hati dengan berbagai gemerlapnya dunia, bahkan bisa menghancurkan iman kita. Menurut Imam An Nahrawi dalam kitab beliau “Ushul al tarbiyah al-islamiyah wa asalibuha fi al bait wal madrasah wal mujtama” menyebutkan bahwa ada beberapa sifat-sifat kehidupan dunia ini, yaitu : Pertama, kehidupan dunia hanyalah kesenengan sementara, tempat perlintasan dan instrumen untuk menuju kehidupan akhirat. Oleh karena itu, tidak boleh dijadikan dunia ini sebagai tujuan kehidupan. Menjadikan kehidupan dunia sebagai puncak kehidupan dan tujuan akhir akan melalaikan dan membuat manusia lupa terhadap tujuan penciptaan dunia, yang sebenarnya hanyalah tempat ujian manusia. Kedua, kehidupan dunia penuh dengan hiasan indah (azzinah) dan perhiasan (azzukhruf), syahwat serta berbagai kelezatan (al muladzat) yang pada hakekatnya menjadi bagian instrumen dunia yang menambah sempurnanya dan beratnya ujian dan cobaan kepada manusia. Sebagaimana firman Allah : QS. Hud (11): 15-16                       •       •    15. Barangsiapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada mereka Balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan. 16. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat, kecuali neraka dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan. Ketiga, Seorang muslim tidak saja boleh menikmati dunia bahkan memiliki. Hak penuh untuk menikmati kehidupan dunia asal sesuai dengan ketentuan syari’ah. Dalam menikmati dunia ini, seorang muslim tidak melalaikan dari ketaatan kepada Allah swt. Sebagaimana firman Allah : QS. Al-Qashash (28) : 77                          •      77. dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. Keempat, dunia ini memiliki tatanan sosial dan tatanan kemanusiaan yang telah ditradisikan oleh Allah swt. (sunatullah) di antara pelbagai bangsa dan umat. Siapapun yang berusaha di dunia, maka ia akan berhasil secara penuh di dunia, dan siapapun yang menundukan dunia karena mencari ridha Allah, maka ia akan beruntung di dunia dan akhirat. Kelima, Masa kehidupan dunia ini sangat singkat tidak dapat dibandingkan dengan masa kehidupan akhirat, bahkan tidak sebanding dengan satu jam atau satu waktu di akhirat. Keenam, kehidupan dunia ini adalah tempat berusaha dengan segala keletihan, kepayahan dan kesungguhannya. Firman Allah:QS. Al Insyiqaq (84) :6   •       6. Hai manusia, Sesungguhnya kamu telah bekerja dengan sungguh-sungguh menuju Tuhanmu, Maka pasti kamu akan menemui-Nya. Ketujuh, Allah akan menolong orang-orang yang beriman baik pada kehidupan dunia maupun akhirat, karena kehidupan dunia ini tidaklah semata-mata tempat menampakkan kekafiran dan kerusakan, tetapi juga tempat menampakan keimanan dan kebaikan dengan pertolongan Allah swt. QS. Ghafir (40) : 51             51. Sesungguhnya Kami menolong Rasul-rasul Kami dan orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia dan pada hari berdirinya saksi-saksi (hari kiamat). Kedelapan, kehidupan dunia adalah tempat permainan (la’b), kelalaian (lahw),perhiasan(zinah),saling membanggakan (tafakhur) dan perlombaan untuk menjadi yang terbanyak (takatsur) dari harta dan anak-anak. QS. Al Hadid (57) : 20                                            20. ketahuilah, bahwa Sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah- megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan Para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu Lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu. Hadirin, Hidup dan kehidupan sesungguhnya sebagai amanah sekaligus ujian agar diketahui siapa yang selalu berkualitas amal perbuatanmya sesuai dengan potensi dan kemampuan yang diberikan Allah kepadanya, dan Allah tidak membebani manusia kecuali sesuai dengan kesanggupannya. Jadi hakekat kehidupan dunia ini adalah periode dan tempat ujian untuk berkompetisi (berlomba-lomba) atau fastabiqul khairat menggapai prestasi/hasil (amal) yang berkualitas terbaik. Firman Allah QS. Al Baqarah (2) : 148               •  •       148. dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah (dalam membuat) kebaikan. di mana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. Oleh sebab itu, dalam mengarungi kehidupan dunia ini kita harus mengamalkan kehidupan yang berkualitas, yaitu kerja keras, tekun, sungguh-sungguh, optimis dan bertindak yang terbaik. Mudah-mudahan Allah memberikan taufik dan hidayah-Nya kepada kita semua agar senantiasa dapat meningkatkan kualitas amal, dan terhindar dari mencintai dunia yang berlebih-lebihan sehingga melupakan kehidupan yang kekal abadi yaitu kehidupan sesudah kematian. Hubbuddun ya wakarahiyatul maut. * di Masjid Syuhadaa Lampihong Kab. Balangan : Jum’at, 18 April 2014

Sabtu, 07 September 2013

Khutbah Jum'at : "Menggapai Ridha Ilahi Melalui Tiga Amal Terbaik"

إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. وَأَشْهَدُ أَنَّ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. وَصَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَ هُدَاهُ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. قَالَ اللهُ تَعَالَى: يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ. يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْا رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِّنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَآءً وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِيْ تَسَآءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنَّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا. يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا. يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا. أَمَّا بَعْدُ؛ Jama’ah Jum’at Rohimakumullah Puji Syukur senantiasa kita panjatkan kepada Allah SWT, karena beta besar karunia Allah SWT yang diberikan kepada Kita. Kita terlahir dari keturunan Adam As sebagai Khalifah fil Ardl adalah merupakan satu kepercayaan terbesar yang diberkan Allah Swt kepada Manusia, sebagaimana dalam Al Qur’an surat Al Baqoroh: 30 Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi ...” Bumi yang kita tempati adalah planet yang selalu berputar, ada siang dan ada malam. Roda kehidupan dunia juga tidak pernah berhenti. Kadang naik kadang turun. Ada suka ada duka. Ada senyum ada tangis. Kadangkala dipuji tapi pada suatu saat kita dicaci. Jangan harapkan ada keabadian perjalanan hidup. Oleh sebab itu, agar tidak terombang-ambing dan tetap tegar dalam menghadapi segala kemungkinan tantangan hidup kita harus memiliki pegangan dan amalan dalam hidup. Karena itu khotib akan memberi judul khotbah kali ini dengan judul “Tiga Amalan Baik”. Tiga amalan baik tersebut adalah Istiqomah, Istikharah dan Istighfar yang kita singkat TIGA IS. 1. Istiqomah. yaitu kokoh dalam aqidah dan konsisten dalam beribadah. Begitu pentingnya istiqomah ini sampai Nabi Muhammad Shalallaahu alaihi wasalam berpesan kepada seseorang seperti dalam Al-Hadits yang artinya: “Dari Abi Sufyan bin Abdullah Radhiallaahu anhu berkata: Aku telah berkata, “Wahai Rasulullah katakanlah kepadaku pesan dalam Islam sehingga aku tidak perlu bertanya kepada orang lain selain engkau. Nabi menjawab, ‘Katakanlah aku telah beriman kepada Allah kemudian beristiqamahlah’.” (HR. Muslim). Orang yang istiqamah selalu kokoh dalam aqidah dan tidak goyang keimanan bersama dalam tantangan hidup. Sekalipun dihadapkan pada persoalan hidup, ibadah tidak ikut redup, kantong kering atau tebal, tetap memperhatikan haram halal, dicaci dipuji, sujud pantang berhenti, sekalipun ia memiliki fasilitas kenikmatan, ia tidak tergoda melakukan kemaksiatan. Orang seperti itulah yang dipuji Allah Subhannahu wa Ta'ala dalam Al-Qur-an surat Fushshilat ayat 30: Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Tuhan kami ialah Allah” kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatahkan): “Janganlah kamu merasa takut, dan janganlah kamu merasa sedih, dan bergembiralah dengan syurga yang telah dijanjikan Allah kepadamu.” (Qs. Fushshilat: 30) 2. Istikharah, selalu mohon petunjuk Allah dalam setiap langkah dan penuh pertimbangan dalam setiap keputusan. Setiap orang mempunyai kebebasan untuk berbicara dan melakukan suatu perbuatan. Akan tetapi menurut Islam, tidak ada kebebasan yang tanpa batas, dan batas-batas tersebut adalah aturan-aturan agama. Maka seorang muslim yang benar, selalu berfikir berkali-kali sebelum melakukan tindakan atau mengucapkan sebuah ucapan serta ia selalu mohon petunjuk kepada Allah. Nabi Shalallaahu alaihi wasalam pernah bersabda: بِاللهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ. (رواه البخاري مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ “Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka berkatalah yang baik atau diamlah”. (HR. Al-Bukhari). Orang bijak berkata “Think today and speak tomorrow” (berfikirlah hari ini dan bicaralah esok hari). Kalau ucapan itu tidak baik apalagi sampai menyakitkan orang lain maka tahanlah, jangan diucapkan, sekalipun menahan ucapan tersebut terasa sakit. Tapi ucapan itu benar dan baik maka katakanlah jangan ditahan sebab lidah kita menjadi lemas untuk bisa meneriakkan kebenaran dan keadilan serta menegakkan amar ma’ruf nahi munkar. Mengenai kebebasan ini, malaikat Jibril pernah datang kepada Nabi Muhammad Shalallaahu alaihi wasalam untuk memberikan rambu-rambu kehidupan, beliau bersabda: Yang artinya: ”Jibril telah datang kepadaku dan berkata: Hai Muhammad hiduplah sesukamu, tapi sesungguhnya engkau suatu saat akan mati, cintailah apa yang engkau sukai tapi engkau suatu saat pasti berpisah juga dan lakukanlah apa yang engkau inginkan sesungguhnya semua itu ada balasannya”. (HR.Baihaqi dari Jabir) Sabda Nabi Shalallaahu alaihi wasalam ini semakin penting untuk diresapi ketika akhir-akhir ini dengan dalih kebebasan, banyak orang berbicara tanpa logika dan data yang benar dan bertindak sekehendakya tanpa mengindahkan etika agama. Para pakar barangkali untuk saat-saat ini, lebih bijaksana untuk banyak mendengar daripada berbicara yang kadang-kadang justru membingungkan masyarakat. Kita memasyarakatkan istikharah dalam segala langkah kita, agar kita benar-benar bertindak secara benar dan tidak menimbulkan kekecewaan di kemudian hari. Nabi Muhammad Shalallaahu alaihi wasalam bersabda: Artinya: “Tidak akan rugi orang yang beristikharah, tidak akan kecewa orang yang bermusyawarah dan tidak akan miskin orang yang hidupnya hemat”. (HR. Thabrani dari Anas) 3. Istighfar, yaitu selalu instropeksi diri dan mohon ampunan kepada Allah Rabbul Izati. Setiap orang pernah melakukan kesalahan baik sebagai individu maupun kesalahan sebagai sebuah bangsa. Setiap kesalahan dan dosa itu sebenarnya penyakit yang merusak kehidupan kita. Oleh karena ia harus diobati. Tidak sedikit persoalan besar yang kita hadapi akhir-akhir ini yang diakibatkan kesalahan kita sendiri. Saatnya kita instropeksi masa lalu, memohon ampun kepada Allah, melakukan koreksi untuk menyongsong masa depan yang lebih cerah dengan penuh keridloanNya. Dalam persoalan ekonomi, jika rizki Allah tidak sampai kepada kita disebabkan karena kemalasan kita, maka yang diobati adalah sifat malas itu. Kita tidak boleh menjadi umat pemalas. Malas adalah bagian dari musuh kita. Jika kesulitan ekonomi tersebut, karena kita kurang bisa melakukan terobosan-terobosan yang produktif, maka kreatifitas dan etos kerja umat yang harus kita tumbuhkan. Akan tetapi adakalanya kehidupan sosial ekonomi sebuah bangsa mengalami kesulitan. Kesulitan itu disebabkan karena dosa-dosa masa lalu yang menumpuk yang belum bertaubat darinya secara massal. Jika itu penyebabnya, maka obat satu-satunya adalah beristighfar dan bertobat. Allah berfirman yang mengisahkan seruan Nabi Hud AS., kepada kaumnya: Dan (Dia berkata): "Hai kaumku, mohonlah ampun kepada Tuhanmu lalu bertobatlah kepada-Nya, niscaya dia menurunkan hujan yang sangat deras atasmu, dan dia akan menambahkan kekuatan kepada kekuatanmu, dan janganlah kamu berpaling dengan berbuat dosa." (QS. Hud:52). Hadirin Jamaah Jjum’at yang InsyaAlllah di Rahmati Allah. Sekali lagi, tiada kehidupan yang sepi dari tantangan dan godaan. Agar kita tetap tegar dan selamat dalam berbagai gelombang kehidupan, tidak bisa tidak kita harus memiliki dan melakukan TIGA IS di atas yaitu Istiqomah, Istikharah dan Istighfar. Mudah-mudahan Allah memberi kekuatan kepada kita untuk menatap masa depan dengan keimanan dan rahmatNya yang melimpah. Amin . أَقُولُ قَوْ لِي هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ فَاسْتَغْفِرُوْهُ اِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيْمُ. ---------------------- disampaikan pada hari Jum’at, 6 September 2013 dimasjid Syuhadaa Lampihong Kab,. Balangan Kalsel

Selasa, 06 Agustus 2013

Kembali Ke Fitrah

Khutbah Idul Fitri 1434 H/2013 M السلام عليكم ورحمة الله وبركاته الله أكبر (9مرات) لا إله إلا الله والله أكبر ، الله أكبر ولله الحمد ، . الحمد لله الذي أرسل رسوله بالهدى ودين الحق ليظهره على الدين كله ، أشهد أنى إله إلا الله وحده لا شريك له ، وأشهد أن محمدا عبده ورسوله ، أدى الأمانة وبلغ الرسالة ، ونصح الأمة ، وجاهد في الله حق جهاده ، وتركنا على المحجو البيضاء ، ليها كنهارها لا يزيغ عنها إلا هالك ، اللهم صل على محمد وعلى آله وصحبه أجمعين وبعد ، فيا أيها المسلمون، أصيكم وإياي بتقوى الله وطاعته في كل وقت لعلكم تفلحون. قال تعالى : { يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُون}. آل عمران 102. Dari Ramadhan Menuju Titik Fitrah Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar, walillahil hamd… Saudaraku Kaum Muslimin rahimakumullah… Tidak ada perpisahan yang lebih mengharukan dari pada perpisahan dengan Ramadhan. Ramadhan adalah bulan yang penuh berkah. Di dalamnya kita semua dihantarkan secara perlahan menuju titik fitrah. Titik penciptaan kita yang bersih dan suci. Kata fitrah di ambil dari kata fathara yafthuru artinya menciptakan. Allah Sang Pencipta tidak pernah bermaksud buruk ketika pertama kali menciptakan manusia. Karena itu tidak mungkin manusia mencapai kesempurnaan dirinya tanpa kembali ke titik asal diciptakannya. Itulah titik di mana manusia benar-benar menjadi manusia. Bukan manusia yang penuh lumuran dosa dan kekejaman. Bukan manusia yang dipenuhi gelimang kemaksiatan dan kedzaliman. Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar, walillahil hamd… Allah swt. menurunkan Al Qur’an untuk menjadi pedoman agar manusia tetap komitmen dengan kemanusiaannya. Yaitu manusia yang saling mencintai karena Allah, saling memperbaiki menuju keimanan sejati, saling tolong menolong menuju peradaban yang kokoh, saling membantu dalam kebaikan bukan saling membantu dalam dosa dan kemungkaran. Allah mengutus nabi-nabi sepanjang sejarah sebagai contoh terbaik bagaimana menjalankan kewajiban kepadaNya. Tidak ada keselamatan kecuali ikut jejak para Nabi. Dan tidak ada keberkahan kecuali bersungguh-sungguh menjalankan ibadah seperti yang para Nabi ajarkan. Itulah tuntunan fitrah. Bahwa setiap manusia tidak akan bisa kembali ke titik fitrahnya tanpa mengikuti ajaran yang disampaikan para Nabi. Nabi Allah yang terakhir adalah Nabi Muhammad saw. Dialah penutup nabi-nabi dan rasul-rasul (khaatamun nabiyyiin). Dengan demikian semua tuntunan yang dibawanya pasti seirama dengan fitrah manusia. Maka dengan ikut Nabi Muhammad secara utuh kita akan menjadi manusia yang kembali ke fitrah. Karena itu setiap memasuki bulan Ramadhan kita harus berbicara mengenai bagaimana Nabi Muhammad saw. menjalani ibadahnya selama Ramadhan. Sebab hanya dengan ikut jejaknya kita bisa mencapai hakikat Ramadhan secara mendalam dan sempurna. Rasulullah saw. pernah menegaskan bahwa berapa banyak orang yang berpuasa Ramadhan, tetapi tidak mendapatkan apa-apa dari puasanya kecuali hanya lapar dan haus. Artinya bahwa ia dengan Ramadhan tidak bisa kembali ke fitrahnya, padahal semua rangkaian ibadah Ramadhan adalah tangga kembali menuju fitrah. Mengapa? Mengapa semua ibadah itu tidak mengantarkan mereka ke titik fitrah? Di manakah letak salahnya? Jawabanya tentu pada manusianya. Sebab ternyata masih banyak orang yang masuk Ramadhan tidak maksimal menjalankan ibadah-ibadah yang Allah dan rasul-Nya ajarkan. Banyak orang masuk Ramadhan sekedar dengan semangat ritual saja, sementara hakikat keilmuan yang harus dijadikan bekal selama Ramadhan diabaikan. Banyak orang masuk Ramadhan semata menahan lapar dan haus di siang hari, sementara di malam hari mereka kembali melaksanakan kemaksiatan. Banyak orang masuk Ramadhan bukan untuk meningkatkan ibadah dan keimanan, melainkan untuk meningkatkan omset-omset maksiat. Pun banyak orang masuk Ramadhan dengan semangat di awal-awal saja, sementara di akhir-akhir Ramadhan di mana Rasulullah beri’tikaf dan memburu malam lailatul qadar, malah ia sibuk dengan permainan-permainan. Bahkan yang sangat menyedihkan adalah bahwa banyak orang yang hanya semangat beribadah di bulan Ramadhan saja, bagitu Ramadhan pergi, semua ibadah itu lenyap seketika dari permukaan. Masjid-masjid yang tadinya ramai dengan shalat malam dan shalat berjamaah, setelah Ramadhan, kembali kosong dan sepi. Jangan Berbuat Seperti Wanita Pemintal Benang Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar, walillahil hamd… Saudaraku Kaum Muslimin rahimakumullah… Tidak ada ajaran bahwa kita wajib mentaati Allah dan rasulNya hanya di bulan Ramadhan saja, setelah itu kita kembali berbuat dosa. Ramadhan sebagai titik tolak kembali ke fitrah sejati. Bahwa dari Ramadhan kita bangun komitmen ketaatan seumur hidup seperti ketaatan selama Ramadhan. Dalam surah An Nahl 92, Allah berfirman: وَلَا تَكُونُوا كَالَّتِي نَقَضَتْ غَزْلَهَا مِنْ بَعْدِ قُوَّةٍ أَنْكَاثًا “Dan janganlah kamu seperti seorang perempuan yang menguraikan benangnya yang sudah dipintal dengan kuat, menjadi cerai berai kembali”. Ini sebuah pelajaran yang sangat mahal. Allah merekam kisah seorang wanita yang hidupnya sia-sia. Dari pagi sampai sore ia hanya memintal benang. Sore hari ketika pintalan itu selesai, ia cerai-beraikan kembali. Perhatikan! Allah melarang agar akhlak wanita tersebut tidak terulang kembali. Bahwa perbuatan sia-sia adalah kerugian yang nyata. Karena itu Nabi saw. selalu mengingatkan agar kita selalu istiqaamah. Ketika salah seorang sahabatnya minta nasihat yang bisa dijadikan pegangan seumur hidupnya, Nabi menjawab: qul aamantu billahi tsummastaqim (katakan aku beriman kepada Allah dan beristiqamahlah). Dalam hadist lain Nabi saw. juga sering mengingatkan sahabat-sahabatnya: laa takun mitsla fulaan, kaana yaquumullaili tsumma taraka (jangalah kamu menjadi seperti fulan, tadinya ia selalu bangun malam, tapi sayang ia kemudian meninggalkannya). Demikianlah, setiap tahun kita menjalani ibadah Ramadhan dengan penuh semangat siang dan malam: siangnya kita berpuasa, malamnya kita tegakkan shalat malam, tetapi benarkah nuansa ketaatan itu akan terus bertahan seumur hidup kita? Atau ternyata itu hanya untuk Ramadhan? Berapa banyak orang Islam yang selama Ramadhan rajin ke masjid, tetapi begitu Ramadhan berlalu, seakan tidak kenal masjid lagi. Berapa banyak orang Islam yang selama Ramadhan rajin membaca Al Qur’an, tetapi begitu Ramadhan selesai, Al Qur’an dilupakan begitu saja. Mirip dengan kisah wanita yang Allah ceritakan di atas. Selama Ramadhan ketaatan dirangkai, begitu Ramadhan habis, semua ketaatan yang indah itu dicerai beraikan kembali. Pribadi Bersih Bangun Masyarakat Bersih Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar, walillahil hamd… Saudaraku Kaum Muslimin rahimakumullah… Semua kita mencita-citakan masyarakat yang bersih dan Negara yang bersih. Itulah yang kita kenal dengan masyarakat Madani. Tetapi itu semua hanyalah mimpi tanpa adanya pribadi yang bersih. Karena itu Allah swt. sejak dini menyerukan lahirnya pribadi dan rumah tangga yang bersih. Allah berfirman: يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا قُواأَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَاد لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَاأَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ(التحريم:)6 Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (QS. At Tahrim: 6) Perhatikan, betapa Allah swt. telah memberikan langkah-langkah praktis bagaimana menuju masayarakat yang baik. Yaitu dimulai dari diri sendiri dan keluarga. Sebab hanya kedua unsur inilah pilar pokok sebuah masyarakat dan Negara. Pribadi yang menjaga dirinya dan keluarganya dari api neraka adalah pribadi yang bersih. Bersih dari dosa-dosa kepada Allah swt. Dari amalan Ramadhan setidaknya ada 5 pelajaran penting yang harus dipertahankan dalam hidup sehari-hari oleh setiap pribadi beriman, sehingga dengannya kelak akan lahir masyarakat yang bersih: Pertama, Jauhi Harta Haram (Tarkul halal min ajlil ibti’ad ‘anil haram). Selama Ramadhan kita telah berpuasa dari yang halal. Maka tidak ada alasan untuk mengambil yang haram. Masyarakat yang hidup di atas harta haram adalah masayarakat yang rapuh. Dalam sejarah kita membaca, hancurnya raja-raja terdahulu adalah kerena kedzaliman mereka terhadap rakyatnya. Banyak hak rakyat yang tidak dipenuhi. Akibatnya Allah swt. menghancurkan mereka. Dalam Al Qur’an kita membaca firman Allah: قُلْ لَا يَسْتَوِي الْخَبِيثُ وَالطَّيِّبُ وَلَوْ أَعْجَبَكَ كَثْرَةُ الْخَبِيثِ فَاتَّقُوا اللَّهَ يَاأُولِي الْأَلْبَابِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ(المائدة)100 Katakanlah: “Tidak sama yang buruk dengan yang baik, meskipun banyaknya yang buruk itu menarik hatimu, maka bertaqwalah kepada Allah hai orang-orang berakal, agar kamu mendapat keberuntungan.” (QS. Al Maidah: 100) Dalam ayat ini Allah befirman bahwa harta haram itu sebagai al khabits (kotoran yang menjijikan). Artinya seandainya harta haram itu Allah menampakkan berupa kotoran niscaya manusia yang berakal tidak akan mengambilnya. Karenanya itu tidak akan pernah sama dengan ath thayyib (yang halal dan baik) sekalipun jumlahnya jauh lebih sedikit. Mengapa? Sebab yang khobits merusak tatanan kehidupan, sementara yang thayyib menyebarkan kebaikan. Oleh sebab itu Allah lalu perintahkan agar bertaqwa: fattaqullah yaa ulil albaab. Apa artinya? Bahwa taqwa tidak akan tercapai selama seseorang masih mengkonsumsi harta haram. Dengan kata lain, hanya dengan menjauhi harta haram seseorang akan terhantar ke level taqwa. Bila masing-masing pribadi bertaqwa otomatis rumah tangga akan bersih dari harta haram. Bila rumah tangga bersih dari harta haram, otomatis masyarakat akan bersih dan lebih dari itu Allah akan melimpahkan keberkahan. Allah berfirman: وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى ءَامَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ وَلَكِنْ كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ(الأعراف)96 Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertaqwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya. (QS. Al A’raf: 96) Kedua, Kendalikan Nafsu dari maksiat (Al isti’la’ ‘alal hawa). Selama Ramadhan kita telah berhasil mengendalikan nafsu dari maksiat. Itu menunjukkan bahwa nafsu sebenarnya sangat lemah. Bahwa manusia bukan makhluk yang dikendalikan nafsu, melainkan dialah yang mengendalikan nafsunya. Berbeda dengan binatang, yang memang tidak punya akal, manusia adalah makhluk yang harus mengatur gejolak nafsunya. Dengan demikian masyarakat yang hidup di atas bimbingan nafsunya adalah masyarakat binatang. Ia makan apa saja tanpa membedakan mana yang halal dan mana yang haram. Ia berbuat apa saja tanpa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Karena itu di tengah masyarakat yang dibimbing nafsunya belaka, mereka menyebar makanan dan minuman haram, seperti babi dan khamr, bahkan itu dianggap biasa. Bukan hanya itu, perzinaan dihalalkan tanpa merasa berdosa sedikitpun. Inilah masyarakat yang rapuh. Dalam Al Qur’an Allah selalu menceritakan hancurnya kaum-kaum terdahulu adalah karena mereka hidup di atas kebebasan nafsunya. Mereka tidak menggunakan akal. Mereka seperti binatang bahkan lebih parah lagi. Allah berfirman: وَلَقَدْ ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيرًا مِنَ الْجِنِّ وَالْإِنْسِ لَهُمْ قُلُوبٌ لَا يَفْقَهُونَ بِهَا وَلَهُمْ أَعْيُنٌ لَا يُبْصِرُونَ بِهَا وَلَهُمْ ءَاذَانٌ لَا يَسْمَعُونَ بِهَا أُولَئِكَ كَالْأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ أُولَئِكَ هُمُ الْغَافِلُونَ(الأعراف)179 Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka Jahannam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai. (QS. Al A’raf: 179) Dalam surah An Nazi’at ayat 40-41, Allah swt. menegaskan bahwa hanya dengan takut kepada Allah secara jujur seseorang bisa mengendalikan nafsunya. Simaklah Allah berfirman: وَأَمَّا مَنْ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِ وَنَهَى النَّفْسَ عَنِ الْهَوَى(40) فَإِنَّ الْجَنَّةَ هِيَ الْمَأْوَى()41 Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, maka sesungguhnya surgalah tempat tinggal (nya). (QS. An Nazi’at: 40-41) Ini menunjukkan bahwa dalam diri manusia ada dua kekuatan yang saling tarik menarik. Kekuatan nafsu dan kekuatan takut kepada Allah (iman). Bila takutnya kepada Allah lebih kuat, maka terkendalikanlah nafsu. Bila nafsu dikendalikan maka ia akan masuk surga. Sebaliknya bila takutnya kepada Allah lebih lemah, maka nafsu akan lebih dominan. Bila nafsu yang dominan maka ia utamakan dunia di atas akhirat. Bahkan ia berani mengorbankan akhiratnya demi dunia. Inilah makna ayat: بَلْ تُؤْثِرُونَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا(16)وَالْآخِرَةُ خَيْرٌ وَأَبْقَى(الأعلى)17 Tetapi kamu (orang-orang kafir) memilih kehidupan duniawi. Sedang kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal. Dalam surah An Naziat ayat 37-39 Allah SWT menegaskan bahwa cara hidup mengutamakan dunia dan penuh penyimpangan adalah jalan ke neraka. Allah berfirman: فَأَمَّا مَنْ طَغَى(37)وَءَاثَرَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا(38)فَإِنَّ الْجَحِيمَ هِيَ الْمَأْوَى()39 Adapun orang yang melampaui batas, dan lebih mengutamakan kehidupan dunia, maka sesungguhnya nerakalah tempat tinggal (nya). (QS. An Nazi’at: 37-39) Ketiga, Tundukkan Syetan (As saitharah ‘alasy syaithon). Kita telah membuktikn selama Ramadhan bahwa syetan dijadikan tidak berdaya. Lihatlah masjid-masjid penuh selama Ramadhan. Malam harinya – terutama pada sepuluh malam terakhir – sepanjang malam masjid hidup dengan orang-orang ber’tikaf dan shalat malam. Di rumah-rumah, kantor-kantor dan di pusat-pusat ibadah, terdengar suara mendengung orang-orang sedang membaca Al Qur’an. Itu semua adalah bukti nyata bahwa syetan sebenarnya sangat lemah. Maka tidak pantas orang-orang yang mengaku beriman kepada Allah dan hari Kiamat ia masih ikut syetan dan sibuk dengan acara-acara syetan. Masyarakat yang ikut syetan tidak akan pernah kuat. Ia akan terus dipermainkan dan dijadikan bola pingpong oleh syetan, karena tidak ada syetan yang baik. Ia terus akan dibuat dalam kondisi tidak pernah stabil, karena syetan tidak suka masyarakat yang stabil. Keempat, Bersungguh-sungguh ikut apa kata Allah (Ath Tho’ah al muthlaqah lillahi Ta’ala). Selama Ramadhan kita telah berhasil patuh sepenuh hati kepada Allah swt. Bila Allah perintahkan puasa, kita langsung puasa. Padahal itu perbuatan yang sangat berat. Sebab yang kita tahan adalah hal-hal yang sebenarnya halal dan boleh dikerjakan. Itu menunjukkan bahwa tidak ada alasan lagi setelah Ramadhan untuk tidak ikut apa kata Allah. Sebab Dialah Allah Yang Maha Mengetahui. Semua yang datang dariNya pasti benar. Orang-orang yang tidak mengikutiNya pasti celaka. Karena Dialah yang memiliki langit dan bumi. Dialah pula Raja di Hari Pembalasan (maaliki yawmiddin). Silahkan cari alasan untuk tidak ikut Allah, anda pasti akan menemukan jalan buntu. Allah berfirman: وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍإِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَنْ يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا مُبِينًا(الأحزاب)36 Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mu’min dan tidak (pula) bagi perempuan yang mu’min, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata. Di hari Kiamat nanti Allah swt. menantang jin-jin dan orang-orang yang sombong, yang tidak mau ikut tuntunanNya. Menantang mereka supaya mereka mencari tempat pelarian, kalau bisa. Silahkan tembus langit atau bumi, jika bisa, tetapi ternyata akhirnya mereka harus menyerahkan diri kepada Allah, apapun kondisinya. Penuh dosa atau penuh amal saleh. Allah berfirman: يَامَعْشَرَ الْجِنِّ وَالْإِنْسِ إِنِ اسْتَطَعْتُمْ أَنْ تَنْفُذُوا مِنْ أَقْطَارِ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ فَانْفُذُوا لَا تَنْفُذُونَ إِلَّا بِسُلْطَانٍ(الرحمن)33 Hai jama`ah jin dan manusia, jika kamu sanggup menembus (melintasi) penjuru langit dan bumi, maka lintasilah, kamu tidak dapat menembusnya melainkan dengan kekuatan. Dalam sejarah banyak contoh kaum terdahulu yang sombong, tidak mau ikut Allah, karenanya mereka menolak ajakan para rasul. Bahkan tidak sedikit dari mereka yang dengan terang-terangan membunuh nabi-nabi Allah. Semua itu Allah hancurkan. Allah tidak pernah gentar dengan kekuatan apapun dari makhlukNya. Pun Allah tidak pernah takut akibat apapun yang akan terjadi ketika menimpakan adzab kepada mereka. Kelima, Tinggalkan dosa-dosa dan kemaksiatan (Al hijratu minadz dzunub). Ramadhan adalah bulan perjuangan menjauhi dosa-dosa. Dan kita telah berhasil membuktikan selama Ramadhan untuk meninggalkan segala bentuk dosa dan kemaksiatan. Bahkan kita berusaha menjauhi sekecil apapun perbuatan yang sia-sia. Sia-sia artinya tidak mengandung nilai pahala sama sekali. Kita berusaha secara maksimal untuk menjadikan setiap detik yang kita lewati memberikan makna dan menjadi ibadah kepada Allah swt. Setiap saat lidah kita basah dengan dzikir, jauh dari pembicaraan dusta dan kebohongan. Pandangan kita selalu tertuju kepada ayat-ayat Al Qur’an dan terjaga dari segala yang diharamkan. Langkah kaki kita senantiasa terhantar menuju masjid. Tangan kita banyak memberikan sedekah dan seterusnya. Masyarakat yang jauh dari dosa-dosa dan kemaksiatan adalah masyarakat yang berkah. Sebaliknya masyarakat yang penuh dengan dosa-dosa dan kemaksiatan adalah masyarakat yang rentan. Ibarat tubuh penuh dengan penyakit dan kotoran yang menjijikkan. Maka ia tidak produktif dan bahkan tidak bisa diharapkan darinya kebaikan. Imam Ibn Qayyim Al Jauziyah dalam bukunya yang sangat terkenal “al jawaabul kaafii liman sa’ala ‘anid dawaaisy syaafii” menyebutkan beberapa bahaya dosa di antaranya sebagai berikut: 1. Dosa memperlemah kesadaran akan keagungan Allah dalam hati. 2. Dosa menghilangkan ruh cemburu. Maka ia tidak akan sensitive bila melihat orang-orang berbuat dosa. Ia tidak tersinggung lagi dengan istrinya yang auratnya dilihat semua orang. Bahkan ia sengaja mengizinkan untuk mempertontonkan auratnya di depan banyak orang. 3. Dosa membuat seseorang tidak mempunyai rasa malu. Artinya bahwa seseorang yang biasa berbuat dosa, lama-kelamaan tidak merasa berdosa. Bahkan ia tidak merasa malu berbuat dosa di depan siapapun. 4. Dosa membuat seseorang semakin jauh dari kebaikan (ihsan). Artinya tidak mungkin para pendosa itu berbuat ihsan. Dengan kata lain: kepada Allah saja mereka berani, apalagi kepada manusia. Ihsan adalah sikap di mana dengannya seseorang tidak mungkin berbuat dosa. Sebab dari kesadaran ihsan seseorang benar-benar akan menjaga dirinya daripelanggaran terhadap ajaran Allah. 5. Dosa menghilangkan nikmat dan menggantikannya dengan bencana. Allah swt. selalu menceritakan bahwa diazdzabnya umat-umat terdahulu adalah karena mereka berbuat dosa.. أَلَمْ يَرَوْا كَمْ أَهْلَكْنَا مِنْ قَبْلِهِمْ مِنْ قَرْنٍ مَكَّنَّاهُمْ فِي الْأَرْضِ مَا لَمْ نُمَكِّنْ لَكُمْ وَأَرْسَلْنَا السَّمَاءَ عَلَيْهِمْ مِدْرَارًا وَجَعَلْنَاالْأَنْهَارَ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهِمْ فَأَهْلَكْنَاهُمْ بِذُنُوبِهِمْ وَأَنْشَأْنَا مِنْ بَعْدِهِمْ قَرْنًا ءَاخَرِينَ(الأنعام)6 Apakah mereka tidak memperhatikan berapa banyaknya generasi-generasi yang telah Kami binasakan sebelum mereka, padahal (generasi itu), telah Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi, yaitu keteguhan yang belum pernah Kami berikan kepadamu, dan Kami curahkan hujan yang lebat atas mereka dan Kami jadikan sungai-sungai mengalir dibawah mereka, kemudian Kami binasakan mereka karena dosa mereka sendiri, dan kami ciptakan sesudah mereka generasi yang lain. Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar, walillahil hamd… Saudaraku Kaum Muslimin rahimakumullah… Akhirnya, dapat dikatakan bahwa tidak mungkin individu yang kotor, hidup di alam dosa, akan melahirkan masyarakat yang baik. Karena itu jalan satu-satunya untuk membangun masyarakat madani, yaitu masyarakat yang bersih dan beradab, penuh dengan nuansa tolong-menolong dalam kebaikan dan ketaqwaan serta jauh dari kerjasama dalam keburukan dan dosa, adalah hanya dengan kembali kepada fitrah. Kembali bersungguh-sungguh mentaati Allah dan mengagungkanNya. Kembali meramaikan masjid, bersahabat dengan Al Qur’an, mengendalikan nafsu dari dosa-dosa, tundukkan syetan, hidupkan malam dengan qiyamullail, seperti suasana selama Ramadhan. Ramadhan adalah contoh kehidupan hakiki dan kepribadian hakiki seorang muslim sejati. Itulah rahasia mengapa Allah swt. menjadikan amalan-amalan Ramadhan sebagai tangga menuju taqwa: la’allakum tattaquun? Itu tidak lain karena dari ramadhan akan lahir kesadaran maksimal seorang muslim sebagai hamba Allah. Kesadaran yang menebarkan kasih sayang kepada seluruh manusia, menyelamatkan mereka dari kedzaliman dan aniaya, mengajak mereka kembali kepada Allah, karena itulah fitrah manusia yang hakiki. بارك الله لي ولكم في القرآن العظيم ، ونفعني وإياكم بما فيه من الآيات والذكر الحكيم ، أقول قولي هذا فاستغفروه إنه هو الغفور الرحيم …. Sumber : berbagai sumber yg terkait Disampaikan di Masjid Jami Nurul Huda Jorong Kab. Tanah Laut Prov. Kalsel

Senin, 22 Juli 2013

SYUKUR DAN KALIMAT THAYYIBAH

الحمد لله الذي وفق للطاعة والعبادة, احمده سبحانه واشكره, والشكر طريق الزيادة, واشهد ان لااله الا الله وحده لا شريك له حفظ العقول من الزيغ والضلال. وأشهد ان سيدنا محمدا عبده ورسوله دعا الى التوحيد, وحذّر من الدجل والخرافة, اللهم صل وسلم على سيدنا ومولانا محمد وعلى آله وأصحابه أجمعين. أما بعد : فيا عباد الله أوصيكم واياي بتقوى الله عز وجل, قال الله تعالى : ياايها اللذين آمنوا ااتقواالله حق تقاته ولا تموتن الا وأنتم مسلمون. Hadirin siddang jum’at yang berbahagia. Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah swt., karena sampai detik ini kita masih menikmati berbagai anugerah-Nya. Shalawat dan salam senantiasa tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad saw., keluarga, sahabat dan para pengikut beliau yang setia sampai akhir zaman. Melalui mimbar yang mulia ini marilah kita kembali meningkatkan kualitas iman dan taqwa kita kepada Allah swt., dengan menjalankan segala perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya. Hadirin kaum muslimin yang terhormat. Setiap manusia pasti merasakan yang namanya “nikmat dan rizqi”. Dua hal ini sesuatu yang senantiasa dicari dan dikejar setiap manusia. Ketika orang merasakan nikmat yang diberikan Allah swt., tentunya akan menggambarkan perasaannya melalui berbagai macam cara. Demikian juga, ketika seorang mendapatkan rizqi yang telah ia usahakan akan mempergunakannya dalam kehidupannya. Ada orang yang ketika memperoleh rizki yang telah diberikan Allah ia gunakan untuk berpoya-poya, bersenang-senang dan membeli apapun yang ia dambakan. Baik untuk keperluan dirinya sendiri, keluarganya maupun untuk teman-temannya. Dalam Islam ketika seseorang mendapatkan rezki disarankan untuk mensyukurinya melalui berbagai cara. Hadirin yang terhormat. Syukur adalah kata yg berasal dari bahasa Arab. Dalam bahasa Indonesia dapat diartikan sebagai: 1) rasa terima kasih kepada Allah, dan 2) untunglah (menyatakan rasa lega, senang dan sebagainya). Dalam al qur’an, kata syukur dalam berbagai bentuk ditemukan sebanyak 44 kali. Akan tetapi hakikat syukur itu adalah ‘menampakan nikmat”, dan kebalikannya adalah kufur yang berarti menyembunyikan nikmat. Sebagaimana firman Allah: واما بنعمة ربك فحدث “dan terhadap nikmat Tuhanmu, Maka hendaklah kamu siarkan.” (QS.93:11) Hadirin yang berbahagia. Syukur mencakup tiga hal, yaitu: a. Syukur dengan hati, yaitu kepuasan batin atas anugrah. b. Syukur dengan lidah, dengan mengakui anugerah dan memuji pemberinya. c. Syukur dengan perbuatan, dengan memanfaatkan anugerah yang diperolehnya sesuai tujuan penganugerahannya. Hadirin yang berbahagia. Pada prinsipnya segala bentuk kesyukuran harus ditujukan kepada Allah swt., al qur’an memerintahkan umat Islam untuk bersyukur setelah menyebut nikmat-Nya. Salah satu wujud dari kesyukuran kita kepada Allah swt. Adalah dengan mewakafkan diri kita untuk senantiasa dalam zikrullah, memuji dan mensucikan-Nya serta memperbanyak ucapan dengan kalimat Thayyibah (kalimat-kalimat yang baik). Kalimat thayyibah dapat diartikan secara bahasa berarti “pengetahuan tentang Allah swt. Yang baik lagi menenteramkan”, memang, untuk mengenal Allah dapat dilakukan dengan berbagai cara: jika kita ingin menyucikan-Nya segala keburukan, berzikirlah dengan kalimat Tasbih (subhanallah); jika kita ingin mengenal allah dengan memuji-Nya atas segala nikmat yang diberikan-Nya, maka kita berzikir dengan kalimat tahmid (Alhamdulillah); jika kita ingin mengesakan-Nya dengan memurnikan tauhid kita dari segala kemusyrikan, maka kita berzikir dengan kalimat tahlil (la ilaaha illallah), demikian seterusnya. Hadirin siding yang berbahagia! Ketika kita memulai suatu pekerjaan dianjurkan untuk mengucapkan kalimat basmalah (bismillahirrahmanirrahim), begitu banyak keistemawaan basmalah ini sehingga rasulullah menyatakan dalam hadisnya bahwa “setiap pekerjaan yang tidak dimulai dengan basmalah, maka tidak akan memperoleh keberkahan”. Sesudah melaksanakan pekerjaan dianjurkan dengan mengucapkan kalimat hamdalah atau kalimat tahmid (Alhamdulillah). Dalam kalimat tahmid ada terdapat kata rabb yang menurut sebagian ulama berasal dari kata rabba-yurabbi-tarbiyah , yang artinya “membina, merawat, atau mendidik”, maka hal ini menuntut pemeliharaan diri dari segala yang dapat membinasakan kita, khususnya memelihara hari dari segala keburukan penyakit-penyakitnya, seperti dengki, hasud, riya’, kemunafikan, dan sebagainya. Disamping itu, juga menuntut penciptaan pengawasan melekat pada diri kita, yang lahir dari kesadaran tentang kehadiran Allah dan kehadiran para malaikat bersamanya setiap saat. Hadirin yang terhormat! Semua kalimat thayyibah seperti tasbih, tahmid, tahlil, istigfar, hauqalah, basmalah, takbir, shalawat atas nabi saw. Merupakan sarana untuk zikrullah /mengingat Allah swt sebagai wujud dari rasa syukur kita kepada Allah swt. Terakhir, syukur itu bukan untuk Allah swt., akan tetapi untuk diri kita sendiri. Sebagaimana firman Allah swt.: ومن شكر فانما يشكر لنفسه ومن كفر فان ربي غني حمبد “dan Barangsiapa yang bersyukur Maka Sesungguhnya Dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri dan Barangsiapa yang ingkar, Maka Sesungguhnya Tuhanku Maha Kaya lagi Maha Mulia". Mudah-mudahan Allah senantiasa memberikan taufik dan hidayah-Nya kepada kita untuk selalu pandai bersyukur dengan mempergunakan nikmat-Nya untuk menambah ketakwaan kepada Allah swt. Amin ya rabbal ‘alamin. إن أحسن الكلام كلام الله الملك العلّام ذواالجلال والإكرام وإذا قرئ القرآن فاستمعواله وأنصتوا لعلّكم ترحمون : (إنماالمؤمنون الذين آمنوا بالله ورسوله ثمّ لم يرتابوا وجاهدوا بأموالكم وأنفسكم فى سبيل الله أولئك هم الصّادقون) بارك الله لي ولكم فى القرآن العظيم ونفعنى وإيّاكم من الأيات والذّكر الحكيم وتقبل منى ومنكم تلاوته إنه هو الغفور الرّحيم. ------------------------------------ * disampaikan pd khutbah Jum’at, 22 Juni 2012 M, dimasjid Nurul Huda Jorong Kab. Tala. Kalsel * disampaikan juga di Masjid Jami Syuhada Lampihong, Jum’at, 5 April 2013 M.

Jumat, 27 Juli 2012

Khutbah Jum'at: Puasa dan Kesabaran

الحمد لله الذي فضل شهر رمضان على سائر الشهور، وجعله موسما للمنافسة في الخيرات، والتجارة التي لن تبور. وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له الرحيم الرحمن، الذي خصَّ شهر رمضان بإنزال القرآن، هدى للناس وبينات من الهدى والفرقان. وصلى الله وسلم على عبد الله ورسوله، نبينا محمد الذي لا خير إلا دلّ الأمة عليه وسبقها إليه، ولا شر إلا حذرها منه وكان أبعدها عنه. ورضي الله على آل بيته الطيبين الطاهرين، وصحابته الأئمة المهديين، والتابعين لهم لإحسان إلى يوم الدين. أما بعد : Firman Allah SWT. Dalam Surah AL Baqarah ayat 183 : ياايهاالدين امنوا كتب عليكم الصيام كما كتب علي الدين من قبلكم لعلكم تتقون Artinya :“Hai orang-orang yang beriman diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, agar kamu bertaqwa” (QS.2 : 183) Tidak terasa bulan Ramadhan telah berada didepan mata kita, terasa bahagia terdetik dalam sanubari menyambut dan menjalaninya. Seakan terdengar di telinga kita sabda Rasulullah SAW yang memberikan kabar gembira bagi orang yang hatinya gembira dalam menyambut datangnya bulan suci Ramadhan : من فرح بدخول رمضان حرمه الله جسده علي النيران Artinya : ”Barangsiapa gembira dalam menyambut datangnya bulan Ramadhan, maka Allah akan haramkan diri dari jilatan api neraka”. Hadirin yang berbahagia ! Ramadhan identik dengan menahan diri dari segala sesuatu yang membatalkan puasa tersebut. Oleh karena itu dikenal dengan istilah ”Imsak”. Dalam istilah syar’i menahan diri itu disebut dengan istilah ”sabar”. Puasa dan kesabaran merupakan dua hal yang mesti ada dalam kegiatan bulan ramadhan. Dalam sebuah hadits Rasulullah bersabda : الصبر نصف الإيمان والصوم نصف الصبر Artinya : ”Kesabaran itu separo dari iman dan puasa itu separo dari kesabaran”. Hadirin yang terhormat ! Ketika orang berpuasa, maka segala sesuatu yang membatalkan harus dihindari, seperti makan, minum dan hubungan suami istri. Maka saat itu kesabaran harus ditanamkan dalam diri kita yang sedang berpuasa. Dan sangat tepat sekali dikatakan bagi orang yang sedang berpuasa keimanan menjadi pondasi penting dalam pelaksanaannya. Ini merupakan inti dari ibadah puasa itu, dan panggilan kewajiban berpuasa hanya bagi orang yang beriman. Dalam artinya hanya bagi orang yang mempunyai keimanan dapat melaksanakan ibadah puasa. Hadirin yang berbahagia ! Kesabaran dalam agama Islam dibagi menjadi 3 (tiga), yaitu : pertama, sabar dalam beribadah. Kedua; sabar dalam menghindari kemaksiatan. Ketiga; sabar dalam mendapatkan musibah dan ujian. Hadirin yang terhormat ! Disebutkan dalam kitab ”Hikmatut Tasyri’ wafalsafatuhu” tentang hikmah dari pada puasa itu yang maksudnya saja : Bukanlah puasa itu – hanya sekedar melaparkan diri disiang hari-melainkan maksudnya agar tahu bagaimana rasanya orang lapar- bagaimana sedihnya orang yang menderita kemiskinan – yang akhirnya yang timbullah rasa kasian kepada si miskin-ingin menolong kepada si miskin. Tetapi saudara-saudara- bukan hanya sekadar agar manusia mengenal kepada si miskin saja- nanum dibalik itu-tersembunyi hikmah yang telah luhur da suci-ialah agar supaya manusia jangan diperbudak oleh kemauan perut-oleh hawa nafsu-yang menjerumuskannya kejurang kehinaan-yang semuanya itu – bersumber pada perut- tegas- jangan sampai manusia hidupnya menjadi ”Abdul Buthun” menjadi ( hamba perut) ”. – yang sangat memuja-muja kepada kehendak perut- sehingga tidak ada lain cita-citanya dalam hidup kecuali ingin makan—sekali lagi – makan. Makan terus sampai sepenuh-sepenuhnya-sehingga tidak dapat mengerem perutnya sendirinya- suka berlebih-kebihan dalam makan dan minum tanpa mengukur kekuatannya sendiri- sehingga melampaui batas . Padahal Allah telah berfirman : كلوا واشربوا ولا تسرفوا ان الله لا يحب المسرفين “Makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.” (QS. Al A’raf : 31) Hadirin yang terhormat ! Dengan ibadah puasa ini Allah mendidik manusia untuk melenyapkan sifat rakus dan tamak jadi yang melekat pada jiwanya- agar supaya menjadi “Hamba Allah” bukan hamba perut atau sejenisnya- shingga hidupnya berguna bagi diri-berguna bagi masyarakat, nusa, bangsa dan agama-bahagia di dunia dan di akhirat. Sehingga sanggup menguasai dorongan nafsunnya –dapat menekan nafsunya-tetapi dapat memegang teguh kesucian –kalau perlu , puasa dalam segala-galanya. Hadirin yang terhormat ! Puasa dalam segala-galanya pada waktu-waktu yang tertent itulah yang sering disebut puasa yang paling sempurna. Dalam kitab “Barzanzi” bahwa nabi Muhammad SAW bersabda : يعصي علي بطنه الحجر من الجوع . وقد اوتي مفاتح الخزاءن الارض “Sering-sering mengganjal perutnya dengan batu karena lapar-padahal beliau memiliki kunci gedung keduniaan”. Oleh karena itu, sebenarnya puasa itu, merupakan santapan rohani bagi jiwa yang lemah-merupakan rabuk bnagi rohani yang kurang subur. Untuk membasmi segala kutu-kutu –kuman-kuman – yang meyebabkan jiwanya menjadi sakit-dengan singkat-puasa itu untuk menyehatkan rohani manusia –sehingga membuathkan ‘Taqwallah” berbakti kepada Allah SWT. Hadirin yang terhormat ! Inilah satu di antara beberapa hikmah yang terkandung dalam ajaran puasa itu – satu ini saja jika kita sadari maka akan kita akan yakin bahwa : Bilamana puasa itu dilakkukan dengan sebaik-baiknya tentu akan menimbulkan rasa belas kasihan kepada si miskin membiasakan diri berdisiplin dalam seghala hal – tunduk kepada peraturan –tunduk kepada hukum-tanpa ada rasa tertekan. Akhirnya- jiwa yang menjadi kuat-tabah, tahan uji menghadapi kesulitan-kesulitan dalam hidup. Marilah kita hadapi bulan ramadhan tahun ini dengan khusyu’ dengan rasa hormat menghormati demi kesucian agama- dengan khidmat dan ikhlas. Bolehlah kirannya bulan puasa itu kita ibaratkan –laksana suntikan yang manjur bagi jiwa yang sedang sakit –laksana suntikan yang dapat menyembuhkann hati yang sedang risau. Suntikan untuk memperkuat iman. Suntikan untuk membangun semangat berbakti kepada masyarakat-nusa, bangsa dan agama-berjiwa patriot. Mudah-mudahan puasa kita selama ini diterima Allah swt. ’amalan mutaqabbala’ amal yang makmul indallah. Amin ya raabbal ’alamin. --------------------------------------------------------- • Disaampaikan pada hari jum;at, 7 Ramadhan 1433 H/26 Juli 2012 M • Dimasjid ”Syuhadaa” Lampihong kiri – Balangan Kalsel.

Jumat, 03 Februari 2012

Khutbah Jum'at: Reaktualisasi Fungsi Masjid

Oleh: Rahmadi

“Hanyalah yang memakmurkan Masjid-Masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah, maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk”. (QS 9:18, At Taubah)

Hadirin sidang Jum’at yang dirahmati Allah swt.
PENGERTIAN MASJID

Masjid berarti tempat untuk bersujud. Secara terminologis diartikan sebagai tempat beribadah umat Islam, khususnya dalam menegakkan shalat. Masjid sering disebut Baitullah (rumah Allah), yaitu bangunan yang didirikan sebagai sarana mengabdi kepada Allah. Pada waktu hijrah dari Mekah ke Madinah ditemani shahabat beliau, Abu Bakar, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melewati daerah Quba di sana beliau mendirikan Masjid pertama sejak masa kenabiannya, yaitu Masjid Quba (QS 9:108, At Taubah). Setelah di Madinah Rasulullah juga mendirikan Masjid, tempat umat Islam melaksanakan shalat berjama’ah dan melaksanakan aktivitas sosial lainnya. Pada perkembangannya disebut dengan Masjid Nabawi.

Fungsi Masjid paling utama adalah sebagai tempat melaksanakan ibadah shalat berjama’ah. Kalau kita perhatikan, shalat berjama’ah adalah merupakan salah satu ajaran Islam yang pokok, sunnah Nabi dalam pengertian muhaditsin, bukan fuqaha, yang bermakna perbuatan yang selalu dikerjakan beliau. Ajaran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang shalat berjama’ah merupakan perintah yang benar-benar ditekankan kepada kaum muslimin.

Abdullah Ibn Mas’ud r.a. berkata: “Saya melihat semua kami (para shahabat) menghadiri jama’ah. Tiada yang ketinggalan menghadiri jama’ah, selain dari orang-orang munafiq yang telah nyata kemunafiqannya, dan sungguhlah sekarang di bawa ke Masjid dipegang lengannya oleh dua orang, seorang sebelah kanan, seorang sebelah kiri, sehingga didirikannya ke dalam shaff.” (HR: Al Jamaah selain Bukhory dan Turmudzy).

Ibnu Umar r.a. berkata: “Bersabdalah Rasulullah s.a.w.: “Shalat berjama’ah melebihi shalat sendiri dengan dua puluh tujuh derajad.” (HR: Bukhory dan Muslim).

Sebenarnya, inti dari memakmurkan Masjid adalah menegakkan shalat berjama’ah, yang merupakan salah satu syi’ar Islam terbesar. Sementara yang lain adalah pengembangannya. Shalat berjama’ah merupakan indikator utama keberhasilan kita dalam memakmurkan Masjid. Jadi keberhasilan dan kekurang-berhasilan kita dalam memakmurkan Masjid dapat diukur dengan seberapa jauh antusias umat dalam menegakkan shalat berjama’ah.

Meskipun fungsi utamanya sebagai tempat menegakkan shalat, namun Masjid bukanlah hanya tempat untuk melaksanakan shalat saja. Di masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, selain dipergunakan untuk shalat, berdzikir dan beri'tikaf, Masjid bisa dipergunakan untuk kepentingan sosial. Misalnya, sebagai tempat belajar dan mengajarkan kebajikan (menuntut ilmu), merawat orang sakit, menyelesaikan hukum li'an dan lain sebagainya.
Dalam perjalanan sejarahnya, Masjid telah mengalami perkembangan yang pesat, baik dalam bentuk bangunan maupun fungsi dan perannya. Hampir dapat dikatakan, dimana ada komunitas muslim di situ ada Masjid. Memang umat Islam tidak bisa terlepas dari Masjid. Disamping menjadi tempat beribadah, Masjid telah menjadi sarana berkumpul, menuntut ilmu, bertukar pengalaman, pusat da’wah dan lain sebagainya.

Banyak Masjid didirikan umat Islam, baik Masjid umum, Masjid Sekolah, Masjid Kantor, Masjid Kampus maupun yang lainnya. Masjid didirikan untuk memenuhi hajat umat, khususnya kebutuhan spiritual, guna mendekatkan diri kepada Pencipta-nya. Tunduk dan patuh mengabdi kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Masjid menjadi tambatan hati, pelabuhan pengembaraan hidup dan energi kehidupan umat.

Utsman Ibn ‘Affan r.a. berkata: “Rasul s.a.w. bersabda: Barangsiapa mendirikan karena Allah suatu Masjid, niscaya Allah mendirikan untuknya seperti yang ia telah dirikan itu di Syurga.” (HR: Bukhori & Muslim).

BEBERAPA FUNGSI DAN PERAN MASJID

Masjid memiliki fungsi dan peran yang dominan dalam kehidupan umat Islam, beberapa di antaranya adalah:

1. Sebagai tempat beribadah.
Sesuai dengan namanya Masjid adalah tempat sujud, maka fungsi utamanya adalah sebagai tempat ibadah shalat. Sebagaimana diketahui bahwa makna ibadah di dalam Islam adalah luas menyangkut segala aktivitas kehidupan yang ditujukan untuk memperoleh ridla Allah, maka fungsi Masjid disamping sebagai tempat shalat juga sebagai tempat beribadah secara luas sesuai dengan ajaran Islam.

2. Sebagai tempat menuntut ilmu.
Masjid berfungsi sebagai tempat untuk belajar mengajar, khususnya ilmu agama yang merupakan fardlu ‘ain bagi umat Islam. Disamping itu juga ilmu-ilmu lain, baik ilmu alam, sosial, humaniora, keterampilan dan lain sebagainya dapat diajarkan di Masjid.
3. Sebagai tempat pembinaan jama’ah.
Dengan adanya umat Islam di sekitarnya, Masjid berperan dalam mengkoordinir mereka guna menyatukan potensi dan kepemimpinan umat. Selanjutnya umat yang terkoordinir secara rapi dalam organisasi Ta’mir Masjid dibina keimanan, ketaqwaan, ukhuwah imaniyah dan da’wah islamiyahnya. Sehingga Masjid menjadi basis umat Islam yang kokoh.

4. Sebagai pusat da’wah dan kebudayaan Islam.
Masjid merupakan jantung kehidupan umat Islam yang selalu berdenyut untuk menyebarluaskan da’wah islamiyah dan budaya islami. Di Masjid pula direncanakan, diorganisasi, dikaji, dilaksanakan dan dikembangkan da’wah dan kebudayaan Islam yang menyahuti kebutuhan masyarakat. Karena itu Masjid, berperan sebagai sentra aktivitas da’wah dan kebudayaan.
5. Sebagai pusat kaderisasi umat.
Sebagai tempat pembinaan jama’ah dan kepemimpinan umat, Masjid memerlukan aktivis yang berjuang menegakkan Islam secara istiqamah dan berkesinambungan. Patah tumbuh hilang berganti. Karena itu pembinaan kader perlu dipersiapkan dan dipusatkan di Masjid sejak mereka masih kecil sampai dewasa. Di antaranya dengan Taman Pendidikan Al Quraan (TPA), Remaja Masjid maupun Ta’mir Masjid beserta kegiatannya.

6. Sebagai basis Kebangkitan Umat Islam.
Abad ke-lima belas Hijriyah ini telah dicanangkan umat Islam sebagai abad kebangkitan Islam. Umat Islam yang sekian lama tertidur dan tertinggal dalam percaturan peradaban dunia berusaha untuk bangkit dengan berlandaskan nilai-nilai agamanya. Islam dikaji dan ditelaah dari berbagai aspek, baik ideologi, hukum, ekonomi, politik, budaya, sosial dan lain sebagainya. Setelah itu dicoba untuk diaplikasikan dan dikembangkan dalam kehidupan riil umat. Menafasi kehidupan dunia ini dengan nilai-nilai Islam. Proses islamisasi dalam segala aspek kehidupan secara arif bijaksana digulirkan.

Umat Islam berusaha untuk bangkit. Kebangkitan ini memerlukan peran Masjid sebagai basis perjuangan. Kebangkitan berawal dari Masjid menuju masyarakat secara luas. Karena itu upaya aktualisasi fungsi dan peran Masjid pada abad lima belas Hijriyah adalah sangat mendesak (urgent) dilakukan umat Islam. Back to basic, Back to Masjid.


AKTUALISASI FUNGSI DAN PERAN MASJID
Secara umum pengelolaan Masjid kita masih memprihatinkan. Apa kiranya solusi yang bisa dicoba untuk ditawarkan dalam meng-aktualkan fungsi dan peran Masjid di era modern. Hal ini selayaknya perlu kita pikirkan bersama agar Masjid dapat menjadi sentra aktivitas kehidupan umat kembali sebagaimana telah ditauladankan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersama para sahabatnya.

Kita perlu melakukan pemberdayaan Masjid dahulu sebelum mengoptimalkan fungsi dan perannya. Dalam pemberdayaan ini kita bisa menggunakan metode Continuous Consolidation and Improvement for Mosque (CCIM) atau Penguatan dan Perbaikan Berkelanjutan untuk Masjid .

CCIM adalah metode pemberdayaan Masjid dengan menata kembali organisasi Ta’mir Masjid melalui pemanfaatan segenap potensi yang dimiliki diikuti dengan perbaikan yang dilakukan secara terus menerus. Dalam metode ini kita dapat memanfaatkan metode-metode yang sudah dikenal dalam dunia management maupun mutu, seperti misalnya: Siklus PDCA, QC Tools, SAMIE, MMT, ISO 9000, Lima-R dan lain sebagainya.

Penguatan atau dalam istilah umum organisasi disebut konsolidasi (concolidation), adalah merupakan upaya menata sumber daya yang ada secara sistimatis dan terarah. Yang perlu dilakukan adalah meliputi:

a. Konsolidasi pemahaman Islam.
b. Konsolidasi lembaga organisasi.
c. Konsolidasi program.
d. Konsolidasi jama’ah.

Perbaikan (improvement) diperlukan untuk meningkatkan kinerja dalam memberikan pelayanan kepada jama’ah. Beberapa cara yang cukup efektif dalam upaya perbaikan dapat diseleksi dan disesuaikan dengan kebutuhan, agar upaya perbaikan dapat dilaksanakan secara berkelanjutan (continuous improvement).

Sambil melakukan konsolidasi dan perbaikan, aktivitas memakmurkan Masjid dan jama’ahnya dilaksanakan sesuai dengan fungsi dan peran yang telah disebutkan di depan. Aktivitas disusun dengan melakukan perencanaan Program Kerja secara periodik dan diterjemahkan dalam Rencana Kerja dan Anggaran Pengelolaan (RKAP) setiap tahunnya.

Rencana yang telah ditetapkan selanjutnya ditindak lanjuti dengan melakukan koordinasi segenap sumber daya yang dimiliki dan dilaksanakan secara profesional. Aktivitas yang diselenggarakan dilaporkan, dievaluasi, distandardisasi dan dikaji untuk ditingkatkan kualitas maupun kuantitasnya.

Pada masa sekarang Masjid semakin perlu untuk difungsikan, diperluas jangkauan aktivitas dan pelayanannya serta ditangani dengan organisasi dan management yang baik. Tegasnya, perlu tindakan meng-aktualkan fungsi dan peran Masjid dengan memberi warna dan nafas modern. Lokakarya idarah Masjid yang diselenggarakan di Jakarta oleh KODI DKI pada tanggal 9-10 November 1974 telah merumuskan pengertian istilah Masjid sebagai berikut: "Masjid ialah tempat untuk beribadah kepada Allah semata dan sebagai pusat kebudayaan Islam".

Pemahaman tersebut menunjukkan bahwa Masjid harus bebas dari aktivitas syirik dan harus dibersihkan dari semua kegiatan-kegiatan yang cenderung kepada kemusyrikan. Disamping itu kegiatan-kegiatan sosial yang dijiwai dan tidak bertentangan dengan ajaran Islam dapat diselenggarakan di dalamnya.

Dan sesungguhnya mesjid-mesjid itu adalah kepunyaan Allah. Maka janganlah kamu menyembah seseorang pun di dalamnya di samping (menyembah) Allah. (QS 72:18, Al Jin).

Hanyalah yang memakmurkan mesjid-mesjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapa pun) selain kepada Allah, maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk. (QS 9:18, At Taubah).

Pengertian Masjid sebagi tempat ibadah dan pusat kebudayaan Islam telah memberi warna tersendiri bagi umat Islam modern. Tidaklah mengherankan bila suatu saat, insya Allah, kita jumpai Masjid yang telah dikelola dengan baik, terawat kebersihan, kesehatan dan keindahannya. Terorganisir dengan management yang baik serta memiliki tempat-tempat pelayanan sosial seperti, poliklinik, Taman Pendidikan Al Quraan, sekolah, madrasah diniyah, majelis ta'lim dan lain sebagainya.

Mudah-mudahan masjid yang kita bangun dan bersama-sama kita ta'mirkan dengan mengembalikan fungsi dan peran masjid kepada fitrahnya sesungguhnya. Amin.

-------------
disampaikan pada hari Jum'at, 25 Shafar 1433 H/20 Januari 2012 M
di Masjid Jami Nurul Huda Jorong Kab. Tanah Laut Kalsel